CERPEN

MONOGRAFI IMPIAN
Rojaki, S.Pd.

Lebaran di usianya yang ketiga, ketika aku sedang rebah di atas ranjang menjelang senja. Sekujur tubuhku terasa letih dan lungkrah. Sekelubung wajahku terasa kaku dan tegang, sebab seharian aku dan teman-teman berkeliling dari suatu tempat ke lain tempat, bersilaturahim ke rumah guru-guru sekolah kami dulu, ke kediaman tokoh-tokoh, serta pondokan teman-teman sebaya. Mataku sudah terasa berat dan gelap, seperti sedang berdiri di ambang batas antara tidur dan jaga. Namun, mendadak ada sesuatu yang lain, mendadak dalam dadaku ada sesuatu yang terganggu. Aku merasa teramat trenyuh dan khawatir.
Di dalam benakku, tiba-tiba melintas sesosok teman ketika aku masih duduk di bangku sekolah tingkat atas, dalam kondisi fisiknya yang kurang beruntung. Gambar itu begitu jelas, seperti dipantulkan melalui viuwer menghantam tembok bercat putih yang belum mengelupas. Wajahnya yang lumayan tampan, kecerdasannya di atas rata-rata. Namun, ada sebuah ketidakberuntungan padanya—itupun jika diterimanya tanpa penuh kesabaran, ketabahan, serta rasa syukur—, yaitu panjang kedua kakinya berbeda satu sama lain dan postur tubuhnya yang pendek. Hal itu dengan sendirinya membuat ia berjalan pincang dan orang-orang memasukkannya dalam terminologi yang jamak disebut cacat atau abnormal.
Sontak, bola mataku yang sebelumnya terasa gelap dan mengantuk, menjadi sembab dan basah. Dua tiga tetes jatuh ke pipiku, lantas menggelinding menujah bantal berseprai coklat muda bermotif salur batik. Hatiku, dalam kondisinya yang paling jujur, lantas bertanya apa yang dilakukan oleh temanku dalam kondisinya yang abnormal itu? Apa yang akan ia andalkan untuk mencari kerja, sebab setahuku ia hanya memiliki ijazah SMA.
Sebagai seorang lelaki yang berusia hampir duapuluh lima, sebagaimana lazimnya kebanyakan orang, aku yakin ia sudah berpikir untuk menikah. Ia pasti menginginkan seorang perempuan baik-baik, mungkin juga cantik, serta yang mau memahami dan menerima kondisinya yang serba terbatas itu.
Tapi Tuhan, siapa wanita yang sebaik itu? Siapa wanita yang bisa dengan lapang dada menerima seorang lelaki cacat, dengan kondisi ekonomi yang papa?
Lantas segera aku raih telepon genggam yang tergeletak di samping kanan ranjang. Aku hubungi salah satu sahabatku; para pengurusku ketika aku menjabat ketua OSIS di SMA 1 Negeri Pagelaran, Lampung . Dengan pertanyaan yang teramat singkat dan sederhana, pesan berbunyi “Masih ingat Uki Sugiarto?” terbang ke udara dan menghantam nomor telepon genggam, yang pemiliknya bernama Dwi Marinda.
Lantas pesan balasan masuk ke telepon genggamku. Aku buka, dan jawabannya “ia masih ingat.”. Balasan itu disertai dengan pertanyaan. Nadanya kurang lebih berbunyi; “Memangnya kenapa?”
Dengan pertanyaan yang lebih menohok, aku balas pesan singkat itu; “Kamu pernah berpikir, apa yang ia lakukan dengan kondisinya yang abnormal itu?”
Aku tahu, di seberang sana, ia sedang merekonstruksi ulang wajah dan landskap teman kami yang abnormal itu. Mungkin dia kesulitan, dan aku yakin dia memang kesulitan. Sebab, sejak lulus dari bangku sekolah tingkat atas lima tahun lalu, ia tak pernah bertemu dan atau bersilaturahim ke rumah teman kami yang kurang beruntung itu. Aku maklum, temanku yang satu ini—ketika masih duduk di bangku sekolah— memang agak payah sense of belonging-nya. Ia memang jago pada wilayah-wilayah akademis, tapi payah dalam hubungan sosial-humanis. Mungkin ia sedang dibekap oleh logika berpikir eksakta, logika yang berpikir bahwa rumus dan angka-angka adalah segalanya.
Tapi akhirnya aku senang, sebab akhir-akhir masa kuliah ia sudah mulai berubah. Ia terlihat lebih santun, lebih peduli terhadap orang lain, mau bergaul dan srawung. Ketiganya jika direduksi, menjadi ia kini tampak lebih bersahaja. Dan sungguh di luar dugaan, ia ternyata telah bekerja di sebuah perusahaan asing di bagian human resource depatement. Aku hanya berpikir dalam hati. cukup membagaakan juga ia.
***

SEJAK mengalami ingatan yang mendadak itu, otakku dipenuhi bayangan-bayangan dan konsep-konsep tentang masa depan. Aku jadi menikmati dan melewati hari-hariku di ranjang, untuk melamun, menyusun impian-impian. Aku mencoba mengingat satu persatu teman-teman lamaku. Agak sulit memang, sebab aku sangat pelupa terhadap orang-orang.
Sejauh ini, aku masih bisa mengingat seseorang jika orang itu pertama, jika dia cantik dan menawan. Kedua, jika ia pintar dan berprestasi. Keduanya ini terlepas apakah ia kaya atau miskin, sebab bagiku itu tak penting. Dan yang ketiga, ia menyebalkan. Untuk yang terakhir, menyebalkannya bisa jadi karena banyak faktor. Misal, ia sangat culun dan pelupa. Atau ia orang yang teramat aneh. Untuk kategori ketiga ini aku seringkali memberi julukan kepadanya. Contoh orang-orang dalam kategori ini, yang sudah aku beri nama samaran ialah; Sephia, Primus Rice Cooker, Tokram, dan Buluk Cabe. Itu hanya untuk menyebut contoh parapan yang paling populer. Sebab, sampai saat ini teman-teman masih memanggil anak-anak itu dengan nama samaran yang aku buat. Dan yang payah, tidak sedikit teman-teman yang sampai lupa siapa nama mereka yang sesungguhnya. Nah, Selain ketiga kategori itu aku tak punya alasan untuk mengingat mereka. Jadi, kalau tidak cantik dan menawan, kalau tidak cerdas dan pandai, sekalian menjadilah orang yang menyebalkan. Asal jangan pernah menjadi orang yang biasa-biasa saja. Sebab orang-orang seperti itu teramat mudah untuk terlupakan.
Uki Sugiarto salah seorang temanku yang masih saja teringat. Tokram biasa aku memanggilnya dan kawan-kawan pun demikian memanggil namanya. Ia tak marah dan kami pun cukup terbiasa karena panggilan-panggilan untuk seseorang yang aku kontruksi. Entah mendapat ilham dari mana nama panggilan untukteman-temanku_. Semua begitu saja muncul dan semua kawan menyepakatinya. Tokram, sahabatku yang satu ini yang memiliki perberdaan dengan kawan-kawanku yang lain. Namun, dibalik itu aku idak melihat kekurangannya, tapi pada dirinya memiliki kelebihan yang luar biasa. Ia sosok yang cerdas dan lumayan untuk masalah-masalah hitungan. Kram, semoga kau menemukan kehidupan yang lebih baik, gumamku dalm hati.
***
Pernah pada suatu hari Uki membuat sebuah puisi untuk pujaan hatinya. Aku sempat membacanya waktu itu. Itu aku lakukan tanpa sengaja karena tertinggal di laci mejanya kelas X.3.
“Mengapa aku terpikir akan puisi itu. Sudahlah.”
Sampai saat ini sungguh tidak tahu pasti siapa gerangan gadis yang dihadiahi puisiku oleh Uki. Sesungguhnya aku ingin mecari tahu, tapi akhirnya aku memutuskan untuk tidak terlalu intens bertanya, apalagi sejak aku tahu bahwa Uki tidak suka jika ada yang mencoba mengusik kehidupan pribadinya, mungkin tidak begitu rumit berpikir masalah itu jika aku mau bertanya, tapi sungguh aku tipe orang yang menghargai privasi demi lancarnya hubungan pertemanan. Namun, terlepas dari semua itu, aku pasti tahu jika gadis yang dimaksud adalah salah seorang gadis yang luar biasa berarti baginya.
Aku kembali terbayang replika gambar wajah Uki yang menyatu dengan kecepatan tinggi, semuanya berkelebat dalam pikiranku. Hal yang aku lakukan tempo hari seperti de javu hari ini. Di ranjang yang sama pula, hanya seprainya kini berganti dengan warna biru laut bergambar laut. Aku dan Uki bisa dibilang sahabat_ jika kita sepakat untuk mendeskripsikan hubungan pertemanan yang sangat dekat—kami bertemu pertama kali saat mendaftar di Smansa Pagelaran yang kemudian menjadi saksi bisu kisah indah masa-masa SMA dulu. Jika aku diminta menyebutkan sahabat terbaik di antara sahabat-sahabatku, maka aku bisa menyebut nama Uki dengan mantap. Bukan berarti yang lain tidak baik bagiku, semuanya baik bagiku. Namun, entah mengapa, kurasa Uki ada jauh di dalam lubuk hatiku. Betapa tidak, ialah orang yang selalu kumintai pendapat tentang keputusan yang akan kuambil saat aku menjabat sebagai ketua OSIS. Dia jugalah yang kemudian membawaku kembali menatap dunia yang penuh warna. Awalnya memang aku memiliki krisis kepercayaan diri. Selain itu, Uki yang menjadi temanku untuk bercerita masalah-masalahku terkait pelajaran maupun dengan pacarku, Rena.
Aku pernah mendengar seseorang berkata padaku bahwa sesungguhnya kau dapat mengirim telepati untuk orang-orang yang sedang kau pikirkan. Sederhananya begini, jika kau dengan konsentrasi penuh memikirkan seseorang, niscaya ia juga akan memikirkanmu. Mungkinkan hal itu terjadi malam mini? Aku sedang memikirkan Uki tentu saja. Sejurus kemudian, handphoneku memanggilku dengan dering khas moponiknya. Nomor asing yang memanggilku.
“Halo?” sapaku datar.
“Hai sobat. Ini aku temanmu, Uki. Bagaimana kabarmu sekarang ?” Sapa orang di seberang sana.
“Uki?”
“Ya, Uki. Temanmu, alah Tokram, masa kau lupa Teman SMA-mu dulu.”
“Oh hai Uki. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” “Semua baik-baik saja?”
“Tentu. Aku baik-baik saja. Tiba-tiba saja aku teringat padamu. Aku beruntung kau belum mengganti nomor mu.”
“Aku juga memikirkanmu beberapa hari ini. Bekerja dimana sekarang?”
“Aku memutuskan berhenti di perusahan tempatku bekerja yang dulu. Penuh tekanan. Sekarang aku berwirausaha. Kamu sendiri?”
“Aku menjadi guru sekarang. Usaha apa?”
“Akan aku jelaskan nanti. Alamatmu sekarang?”
Aku menyebutkan alamatku. Uki, kau tahu saja aku pasti sudah pindah alamat. Aku jarang menetap terlalu lama di suatu tempat. Aku tipe orang yang selalu ingin mencari suasana baru.
“Baiklah, sampai ketemu nanti.” Kataku di akhir perbincangan yang mengesanan ini.”
Inilah hidup. Hidup adalah misteri yang sulit untuk ditebak. Aku masih saja termenung memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Aku merekontruksi ulang bagaimana sahabatku yang sudah lama tidak bertemu- lima tahun kami tidak bertemu. Dan bagaimana dia sekarang. Apakah ada perubahan pada dirinya. Entahlah aku mulai lelah dan ingin sejenak merebahkan tubuh ini dan memejamkan mata.
Lebaran Idul Fitri di usianya yang kelima. Pagi ini aku sengaja tidak kemana-mana karena rencana Uki akan mengunjungiku sekitar pukul sepuluh pagi ini. Aku sengaja menyibukkan dengan mempersiapkan makanan seadanya bersama ibuku. Ya sayur lodeh dan rempeyek kacang kesukaan keluargaku dan ternyata Uki juga sangat suka makanan yang dibuat ibuku.
Sudah pukul sepuluh pagi, tapi Uki juga belum muncul dari tikungan itu. Sejak tadi mataku terus tertuju pada tikungan di ujung jalan sana. Ya rumahku memang agak sedikit jauh dari jalan besar dan ada jalan yang menikung di ujung sana. Nah itu dia, teriak ibu dari samping rumah. Sontak ku langsung berdiri dan melihat keluar.
“Tokrammmmmmmm?”
“Ukiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii?”
“Asslamualaikum.”, kalimat yang terucap dari Uki sahabatku.
“Walaikum salam”. Kujawab salam Uki dengan suara yang lantang dan senang. Sulit digambarkan memang suasana ini. Uki masuk rumahku dan langsung saja aku persilahkan Uki duduk di tikar yang aku sediakan dengan beberapa kue lebaran yang masih ada.
“Uki tunggu sebentar ya.”
“Silahkan duduk dulu, aku mau mengambilkan kau minum.”
“Terima kasih Rai.”
Suara Uki masih saja teringat olehku. Lugas dan sederhana sekali orang itu. Tidak pernah berubah sejak masa SMA. Itu yang aku kagumi dari kawanku yang satu ini. Aku keluar dengan membawakan minum untuknya. Dia masih saja duduk dan memandangi foto-foto yang terpajang di dinding ruang tamu.
“Uki, kamu ini kemana saja, hampir lima tahun kita tidak pernah berjumpa. Dan baru hari ini kita bertemu.”
“Wah kamu ini lama sekali menghilang?”
“Maafkan aku kawan bukan aku bermaksud melupkanmu, tapi kau juga pasti tau. Sejak lulus SMA dulu aku langsung mencari peruntungan nasib ke Jakarta. Hasilnya ya begitu lah–.”
Uki terus saja menceritakan masa-masa saat ia bekerja di Jakarta dan bagaimana rasanya ia melamar pada perusahaan atau kita sering sebut PT begitu sulitnya ia mencari kerjaan di kota Jakarta. Awalnya ia pergi bersama saudara sepupunya. Namun sepupunya pulang lagi ke kapung setelah uki mendapatkan kontraan. Uki terus mencari kerja dan tidak sedikit yang menolaknya. Akhirnya ia pun mendapat kerjaan. Hanya sebagai pekerja borongan di pabrik garmen di daerah Cilitan, Jakarta Timur. Namun tidak bertahan lama, hanya enam bulan dan ia pulang lagi ke kampung. Setelah di kampung ia terus berpikir dan akhirnya dia memutuskan untuk membuat tempe dan dijual keliling dari kampung satu ke kampung yang lain.
Matahari terus saja merambat dan tidak terasa sudah pukul dua belas.
“Kram kita makan siang dulu saja, nanti kita lanjutkan lagi ngobrol kita.” “Baiklah.” jawabnya singkat.
Aku tahu, Uki masih menyimpan cerita yang sejak tadi ia pendam dan belum sempat terlontar dari mulutnya. Aku pun enggan mengelurkan pertanyaanku padanya. Sangat sederhana memang, tapi aku takut menyinggung perasaannya.
“Ayo yang banyak lho nasinya, kok malu-malu mas Uki ini?” suara ibu memecah keheningan kami.
“Ia Buk, ini sudah banyak. Wah kelihatan mantap sekali sayur lodehnya. palagi ditambah ikan asin bulu ayam yang digoreng kering. Pasti mantap.”
Di meja makan saya masih ingin melanjutkan perbincangan kita yang sempat ter-pending.
“Ki kamu masih ingat gak dengan Rena, pacarku dulu saat kita masih sekolah menengah atas. Lama sekali aku mencarinya, tapi sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengannya. Hampir tiga tahun terakhir. Ia telah meninggalkan aku dengan alasan yang tak jelas.
Sontak mata Uki langsung menatap saya dengan tajam. Langsung dia mengambil minum karena keseleg.
“Kamu kenapa Ki? Apa ada yang salah dari pertanyaanku tadi?”
Aku semakin penasaran ada apa sebenarnya dengan Uki. Uki masih saja diam dan tidak menjawab pertanyaanku.
“Ya sudah, kita lanjutkan makannya. Aku liat Uki masih diam mematung, hanya memegangi sedoknya dan masih saja menunduk. Hingga ia membuka bibirnya yang sejak tadi terkatup.
“Rai, maafkan aku sebelumnya” aku sebenarnya aku telah menikah dengan Rena. Setahun yang lalu. Sebenarnya aku dan Rena sudah lama ingin menceritakan tentang pernikahan kami. Rena juga minta maaf sama kamu.”
“Apa? Kau menikah dengan Rena?”
“Ini, bukan mimpi kan?”
“Maafkan aku, ini sebenarnya di luar dugaanku, kalau aku akan menikah dengan Rena. Dua tahun yang lalu saat aku sedang menjual daganganku dengan gerobak dorongku peristiwa yang sangat mengerikan terjadi di depan mataku. Terjadi kecelakan di Jalan Bungur di desa Ngadirejo. Aku langsung saja berlari medekati sosok wanita yang tertabrak oleh kendaraan bermotor. Tabrak lari Rai-. Motor yang menabraknya lansung kabur. Dan tidak tertangkap samapi saat ini. Darah mengalir pada bagian kepala dan kakinya. Dan yang yang lebih mengejutkan aku yang tertabarak adalah adalah Rena. Berbulan-bulan Rena terbaring di rumah sakit. Enam bulan ia mulai bisa berjalan. Setelah ia mulai sembuh dan mulai bisa berjalan ternyata Rena mengajakku untuk menikah. Ia sebenarnya ingin menceritakaan ini padamu. Tapi ia takut dan malu Rai. Ia buta sekarang.”
Tanpa sadar air mata Uki mengalir di pipinya. Aku mendengarkan cerita Uki. Akupun meneteskan air mata. Maafkan aku, yang tadinya berprasangka buruk padamu.
Akupun mulai menerima mengapa Rena menikah dengan sahabatku ini, Uki. Aku bangga dengan sahabatku yang satu ini. Uki sahabat yang akan tetap menjadi sahabat. Selamanya.Uki pun menceritakan siapa gadis yang dibuatkan puisi saat masa SMA dulu. Dia adalah Rena. Kekasihku yang aku cari selama ini. Rena tidak memberikan peluang untuk uki karena dia mempunyai kekasih hati yaitu aku. Dan aku lelaki yang menurutnya setia.

Musi, Agustus 2009

MONOGRAFI IMPIAN
Rojaki, S.Pd.
Sinopsis Cerpen

Cepen ini merupakan cerpen yang sangat berkesan bagi penulis, Rojaki. Cerpen ini mengisahkan kehidupan masa sekolah tingkat atas pada tahun 2002 yang silam. Ini hanya sebuah kenangan yang akan menjadi sejarah dalam hidupnya. Cerpen ini bergenre remaja dan bertemakan persahabatan. Cerpen yang ditulis di Sekayu ini mengisahkan persahabatan Arai dengan kawannya Uki Sugiarto. Arai yang sekarang telah berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia dan ia mempunyai nasib yang lebih beruntung dibanddingka kawannya yang sangat dekat dengannya, Uki Sugiarto. Uki adalah sahabat yang sangat berarti baginya di masa SMA. Banyak hal yang telah dilakukan bersama dan mereka sudah anggap seperti saudaranya sendiri. Namum, karena nasib yang berkata lain, Uki tak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena kondisi keluarganya yang papa, pas-pasan. Arai melanjutkan studinya di Yogyakarta dan Uki terpaksa harus mengadu nasib di Jakarta. Uki yang kondisi fisiknya juga tidak seperti yang begitu sempurna. Kakinya panjang sebelah/ pincang dan postur tubuhnya yang kecil, tapi aku sebagai tidak memandang Uki aneh. Dia anaknya pintar, cerdas dan mudah untuk diajak bercanda. Uki adalah sahabatku yang menurutku paling baik.
Setelah lulus dari sekolah tingkat atas kami tidak pernah bertemu kembali. Hampir lima tahun kami tidak bertemu. Dia menghilang tanpa jejak dan akupun tidak tahu kabarnya. Aku dulu sempat mencarinya, tapi kata tetangganya Uki dan keluarga pidah rumah karena rumah yang ia tinggali telah dijual. Aku tidak tahu pasti Uki pidah ke desa mana atau ke kota barang kali. Suatu malam aku membayangkan bagaimana Uki sekarang? Apakah dia sudah menikah? Dan siapa wanita yang akan menerimanya apa adanya dengan kondisi seperti itu? Aku yakin Uki akan mendapatkan pasangannya karena tuhan pasti menciptakan hambanya untuk berpasang-pasangan. Aku bertemu Uki dan yang sangat mengejutkan Uki telah menikah dengan Rena, kekasihku yang aku cari selama ini. Meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas.

MONOGRAFI IMPIAN
Rojaki, S.Pd.

L
ebaran di usianya yang ketiga, ketika aku sedang rebah di atas ranjang menjelang senja. Sekujur tubuhku terasa letih dan lungkrah. Sekelubung wajahku terasa kaku dan tegang, sebab seharian aku dan teman-teman berkeliling dari suatu tempat ke lain tempat, bersilaturahim ke rumah guru-guru sekolah kami dulu, ke kediaman tokoh-tokoh, serta pondokan teman-teman sebaya. Mataku sudah terasa berat dan gelap, seperti sedang berdiri di ambang batas antara tidur dan jaga. Namun, mendadak ada sesuatu yang lain, mendadak dalam dadaku ada sesuatu yang terganggu. Aku merasa teramat trenyuh dan khawatir.
Di dalam benakku, tiba-tiba melintas sesosok teman ketika aku masih duduk di bangku sekolah tingkat atas, dalam kondisi fisiknya yang kurang beruntung. Gambar itu begitu jelas, seperti dipantulkan melalui viuwer menghantam tembok bercat putih yang belum mengelupas. Wajahnya yang lumayan tampan, kecerdasannya di atas rata-rata. Namun, ada sebuah ketidakberuntungan padanya—itupun jika diterimanya tanpa penuh kesabaran, ketabahan, serta rasa syukur—, yaitu panjang kedua kakinya berbeda satu sama lain dan postur tubuhnya yang pendek. Hal itu dengan sendirinya membuat ia berjalan pincang dan orang-orang memasukkannya dalam terminologi yang jamak disebut cacat atau abnormal.
Sontak, bola mataku yang sebelumnya terasa gelap dan mengantuk, menjadi sembab dan basah. Dua tiga tetes jatuh ke pipiku, lantas menggelinding menujah bantal berseprai coklat muda bermotif salur batik. Hatiku, dalam kondisinya yang paling jujur, lantas bertanya apa yang dilakukan oleh temanku dalam kondisinya yang abnormal itu? Apa yang akan ia andalkan untuk mencari kerja, sebab setahuku ia hanya memiliki ijazah SMA.
Sebagai seorang lelaki yang berusia hampir duapuluh lima, sebagaimana lazimnya kebanyakan orang, aku yakin ia sudah berpikir untuk menikah. Ia pasti menginginkan seorang perempuan baik-baik, mungkin juga cantik, serta yang mau memahami dan menerima kondisinya yang serba terbatas itu.
Tapi Tuhan, siapa wanita yang sebaik itu? Siapa wanita yang bisa dengan lapang dada menerima seorang lelaki cacat, dengan kondisi ekonomi yang papa?
Lantas segera aku raih telepon genggam yang tergeletak di samping kanan ranjang. Aku hubungi salah satu sahabatku; para pengurusku ketika aku menjabat ketua OSIS di SMA 1 Negeri Pagelaran, Lampung . Dengan pertanyaan yang teramat singkat dan sederhana, pesan berbunyi “Masih ingat Uki Sugiarto?” terbang ke udara dan menghantam nomor telepon genggam, yang pemiliknya bernama Dwi Marinda.
Lantas pesan balasan masuk ke telepon genggamku. Aku buka, dan jawabannya “ia masih ingat.”. Balasan itu disertai dengan pertanyaan. Nadanya kurang lebih berbunyi; “Memangnya kenapa?”
Dengan pertanyaan yang lebih menohok, aku balas pesan singkat itu; “Kamu pernah berpikir, apa yang ia lakukan dengan kondisinya yang abnormal itu?”
Aku tahu, di seberang sana, ia sedang merekonstruksi ulang wajah dan landskap teman kami yang abnormal itu. Mungkin dia kesulitan, dan aku yakin dia memang kesulitan. Sebab, sejak lulus dari bangku sekolah tingkat atas lima tahun lalu, ia tak pernah bertemu dan atau bersilaturahim ke rumah teman kami yang kurang beruntung itu. Aku maklum, temanku yang satu ini—ketika masih duduk di bangku sekolah— memang agak payah sense of belonging-nya. Ia memang jago pada wilayah-wilayah akademis, tapi payah dalam hubungan sosial-humanis. Mungkin ia sedang dibekap oleh logika berpikir eksakta, logika yang berpikir bahwa rumus dan angka-angka adalah segalanya.
Tapi akhirnya aku senang, sebab akhir-akhir masa kuliah ia sudah mulai berubah. Ia terlihat lebih santun, lebih peduli terhadap orang lain, mau bergaul dan srawung. Ketiganya jika direduksi, menjadi ia kini tampak lebih bersahaja. Dan sungguh di luar dugaan, ia ternyata telah bekerja di sebuah perusahaan asing di bagian human resource depatement. Aku hanya berpikir dalam hati. cukup membagaakan juga ia.
***

SEJAK mengalami ingatan yang mendadak itu, otakku dipenuhi bayangan-bayangan dan konsep-konsep tentang masa depan. Aku jadi menikmati dan melewati hari-hariku di ranjang, untuk melamun, menyusun impian-impian. Aku mencoba mengingat satu persatu teman-teman lamaku. Agak sulit memang, sebab aku sangat pelupa terhadap orang-orang.
Sejauh ini, aku masih bisa mengingat seseorang jika orang itu pertama, jika dia cantik dan menawan. Kedua, jika ia pintar dan berprestasi. Keduanya ini terlepas apakah ia kaya atau miskin, sebab bagiku itu tak penting. Dan yang ketiga, ia menyebalkan. Untuk yang terakhir, menyebalkannya bisa jadi karena banyak faktor. Misal, ia sangat culun dan pelupa. Atau ia orang yang teramat aneh. Untuk kategori ketiga ini aku seringkali memberi julukan kepadanya. Contoh orang-orang dalam kategori ini, yang sudah aku beri nama samaran ialah; Sephia, Primus Rice Cooker, Tokram, dan Buluk Cabe. Itu hanya untuk menyebut contoh parapan yang paling populer. Sebab, sampai saat ini teman-teman masih memanggil anak-anak itu dengan nama samaran yang aku buat. Dan yang payah, tidak sedikit teman-teman yang sampai lupa siapa nama mereka yang sesungguhnya. Nah, Selain ketiga kategori itu aku tak punya alasan untuk mengingat mereka. Jadi, kalau tidak cantik dan menawan, kalau tidak cerdas dan pandai, sekalian menjadilah orang yang menyebalkan. Asal jangan pernah menjadi orang yang biasa-biasa saja. Sebab orang-orang seperti itu teramat mudah untuk terlupakan.
Uki Sugiarto salah seorang temanku yang masih saja teringat. Tokram biasa aku memanggilnya dan kawan-kawan pun demikian memanggil namanya. Ia tak marah dan kami pun cukup terbiasa karena panggilan-panggilan untuk seseorang yang aku kontruksi. Entah mendapat ilham dari mana nama panggilan untukteman-temanku_. Semua begitu saja muncul dan semua kawan menyepakatinya. Tokram, sahabatku yang satu ini yang memiliki perberdaan dengan kawan-kawanku yang lain. Namun, dibalik itu aku idak melihat kekurangannya, tapi pada dirinya memiliki kelebihan yang luar biasa. Ia sosok yang cerdas dan lumayan untuk masalah-masalah hitungan. Kram, semoga kau menemukan kehidupan yang lebih baik, gumamku dalm hati.
***
Pernah pada suatu hari Uki membuat sebuah puisi untuk pujaan hatinya. Aku sempat membacanya waktu itu. Itu aku lakukan tanpa sengaja karena tertinggal di laci mejanya kelas X.3.
“Mengapa aku terpikir akan puisi itu. Sudahlah.”
Sampai saat ini sungguh tidak tahu pasti siapa gerangan gadis yang dihadiahi puisiku oleh Uki. Sesungguhnya aku ingin mecari tahu, tapi akhirnya aku memutuskan untuk tidak terlalu intens bertanya, apalagi sejak aku tahu bahwa Uki tidak suka jika ada yang mencoba mengusik kehidupan pribadinya, mungkin tidak begitu rumit berpikir masalah itu jika aku mau bertanya, tapi sungguh aku tipe orang yang menghargai privasi demi lancarnya hubungan pertemanan. Namun, terlepas dari semua itu, aku pasti tahu jika gadis yang dimaksud adalah salah seorang gadis yang luar biasa berarti baginya.
Aku kembali terbayang replika gambar wajah Uki yang menyatu dengan kecepatan tinggi, semuanya berkelebat dalam pikiranku. Hal yang aku lakukan tempo hari seperti de javu hari ini. Di ranjang yang sama pula, hanya seprainya kini berganti dengan warna biru laut bergambar laut. Aku dan Uki bisa dibilang sahabat_ jika kita sepakat untuk mendeskripsikan hubungan pertemanan yang sangat dekat—kami bertemu pertama kali saat mendaftar di Smansa Pagelaran yang kemudian menjadi saksi bisu kisah indah masa-masa SMA dulu. Jika aku diminta menyebutkan sahabat terbaik di antara sahabat-sahabatku, maka aku bisa menyebut nama Uki dengan mantap. Bukan berarti yang lain tidak baik bagiku, semuanya baik bagiku. Namun, entah mengapa, kurasa Uki ada jauh di dalam lubuk hatiku. Betapa tidak, ialah orang yang selalu kumintai pendapat tentang keputusan yang akan kuambil saat aku menjabat sebagai ketua OSIS. Dia jugalah yang kemudian membawaku kembali menatap dunia yang penuh warna. Awalnya memang aku memiliki krisis kepercayaan diri. Selain itu, Uki yang menjadi temanku untuk bercerita masalah-masalahku terkait pelajaran maupun dengan pacarku, Rena.
Aku pernah mendengar seseorang berkata padaku bahwa sesungguhnya kau dapat mengirim telepati untuk orang-orang yang sedang kau pikirkan. Sederhananya begini, jika kau dengan konsentrasi penuh memikirkan seseorang, niscaya ia juga akan memikirkanmu. Mungkinkan hal itu terjadi malam mini? Aku sedang memikirkan Uki tentu saja. Sejurus kemudian, handphoneku memanggilku dengan dering khas moponiknya. Nomor asing yang memanggilku.
“Halo?” sapaku datar.
“Hai sobat. Ini aku temanmu, Uki. Bagaimana kabarmu sekarang ?” Sapa orang di seberang sana.
“Uki?”
“Ya, Uki. Temanmu, alah Tokram, masa kau lupa Teman SMA-mu dulu.”
“Oh hai Uki. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” “Semua baik-baik saja?”
“Tentu. Aku baik-baik saja. Tiba-tiba saja aku teringat padamu. Aku beruntung kau belum mengganti nomor mu.”
“Aku juga memikirkanmu beberapa hari ini. Bekerja dimana sekarang?”
“Aku memutuskan berhenti di perusahan tempatku bekerja yang dulu. Penuh tekanan. Sekarang aku berwirausaha. Kamu sendiri?”
“Aku menjadi guru sekarang. Usaha apa?”
“Akan aku jelaskan nanti. Alamatmu sekarang?”
Aku menyebutkan alamatku. Uki, kau tahu saja aku pasti sudah pindah alamat. Aku jarang menetap terlalu lama di suatu tempat. Aku tipe orang yang selalu ingin mencari suasana baru.
“Baiklah, sampai ketemu nanti.” Kataku di akhir perbincangan yang mengesanan ini.”
Inilah hidup. Hidup adalah misteri yang sulit untuk ditebak. Aku masih saja termenung memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Aku merekontruksi ulang bagaimana sahabatku yang sudah lama tidak bertemu- lima tahun kami tidak bertemu. Dan bagaimana dia sekarang. Apakah ada perubahan pada dirinya. Entahlah aku mulai lelah dan ingin sejenak merebahkan tubuh ini dan memejamkan mata.
Lebaran Idul Fitri di usianya yang kelima. Pagi ini aku sengaja tidak kemana-mana karena rencana Uki akan mengunjungiku sekitar pukul sepuluh pagi ini. Aku sengaja menyibukkan dengan mempersiapkan makanan seadanya bersama ibuku. Ya sayur lodeh dan rempeyek kacang kesukaan keluargaku dan ternyata Uki juga sangat suka makanan yang dibuat ibuku.
Sudah pukul sepuluh pagi, tapi Uki juga belum muncul dari tikungan itu. Sejak tadi mataku terus tertuju pada tikungan di ujung jalan sana. Ya rumahku memang agak sedikit jauh dari jalan besar dan ada jalan yang menikung di ujung sana. Nah itu dia, teriak ibu dari samping rumah. Sontak ku langsung berdiri dan melihat keluar.
“Tokrammmmmmmm?”
“Ukiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii?”
“Asslamualaikum.”, kalimat yang terucap dari Uki sahabatku.
“Walaikum salam”. Kujawab salam Uki dengan suara yang lantang dan senang. Sulit digambarkan memang suasana ini. Uki masuk rumahku dan langsung saja aku persilahkan Uki duduk di tikar yang aku sediakan dengan beberapa kue lebaran yang masih ada.
“Uki tunggu sebentar ya.”
“Silahkan duduk dulu, aku mau mengambilkan kau minum.”
“Terima kasih Rai.”
Suara Uki masih saja teringat olehku. Lugas dan sederhana sekali orang itu. Tidak pernah berubah sejak masa SMA. Itu yang aku kagumi dari kawanku yang satu ini. Aku keluar dengan membawakan minum untuknya. Dia masih saja duduk dan memandangi foto-foto yang terpajang di dinding ruang tamu.
“Uki, kamu ini kemana saja, hampir lima tahun kita tidak pernah berjumpa. Dan baru hari ini kita bertemu.”
“Wah kamu ini lama sekali menghilang?”
“Maafkan aku kawan bukan aku bermaksud melupkanmu, tapi kau juga pasti tau. Sejak lulus SMA dulu aku langsung mencari peruntungan nasib ke Jakarta. Hasilnya ya begitu lah–.”
Uki terus saja menceritakan masa-masa saat ia bekerja di Jakarta dan bagaimana rasanya ia melamar pada perusahaan atau kita sering sebut PT begitu sulitnya ia mencari kerjaan di kota Jakarta. Awalnya ia pergi bersama saudara sepupunya. Namun sepupunya pulang lagi ke kapung setelah uki mendapatkan kontraan. Uki terus mencari kerja dan tidak sedikit yang menolaknya. Akhirnya ia pun mendapat kerjaan. Hanya sebagai pekerja borongan di pabrik garmen di daerah Cilitan, Jakarta Timur. Namun tidak bertahan lama, hanya enam bulan dan ia pulang lagi ke kampung. Setelah di kampung ia terus berpikir dan akhirnya dia memutuskan untuk membuat tempe dan dijual keliling dari kampung satu ke kampung yang lain.
Matahari terus saja merambat dan tidak terasa sudah pukul dua belas.
“Kram kita makan siang dulu saja, nanti kita lanjutkan lagi ngobrol kita.” “Baiklah.” jawabnya singkat.
Aku tahu, Uki masih menyimpan cerita yang sejak tadi ia pendam dan belum sempat terlontar dari mulutnya. Aku pun enggan mengelurkan pertanyaanku padanya. Sangat sederhana memang, tapi aku takut menyinggung perasaannya.
“Ayo yang banyak lho nasinya, kok malu-malu mas Uki ini?” suara ibu memecah keheningan kami.
“Ia Buk, ini sudah banyak. Wah kelihatan mantap sekali sayur lodehnya. palagi ditambah ikan asin bulu ayam yang digoreng kering. Pasti mantap.”
Di meja makan saya masih ingin melanjutkan perbincangan kita yang sempat ter-pending.
“Ki kamu masih ingat gak dengan Rena, pacarku dulu saat kita masih sekolah menengah atas. Lama sekali aku mencarinya, tapi sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengannya. Hampir tiga tahun terakhir. Ia telah meninggalkan aku dengan alasan yang tak jelas.
Sontak mata Uki langsung menatap saya dengan tajam. Langsung dia mengambil minum karena keseleg.
“Kamu kenapa Ki? Apa ada yang salah dari pertanyaanku tadi?”
Aku semakin penasaran ada apa sebenarnya dengan Uki. Uki masih saja diam dan tidak menjawab pertanyaanku.
“Ya sudah, kita lanjutkan makannya. Aku liat Uki masih diam mematung, hanya memegangi sedoknya dan masih saja menunduk. Hingga ia membuka bibirnya yang sejak tadi terkatup.
“Rai, maafkan aku sebelumnya” aku sebenarnya aku telah menikah dengan Rena. Setahun yang lalu. Sebenarnya aku dan Rena sudah lama ingin menceritakan tentang pernikahan kami. Rena juga minta maaf sama kamu.”
“Apa? Kau menikah dengan Rena?”
“Ini, bukan mimpi kan?”
“Maafkan aku, ini sebenarnya di luar dugaanku, kalau aku akan menikah dengan Rena. Dua tahun yang lalu saat aku sedang menjual daganganku dengan gerobak dorongku peristiwa yang sangat mengerikan terjadi di depan mataku. Terjadi kecelakan di Jalan Bungur di desa Ngadirejo. Aku langsung saja berlari medekati sosok wanita yang tertabrak oleh kendaraan bermotor. Tabrak lari Rai-. Motor yang menabraknya lansung kabur. Dan tidak tertangkap samapi saat ini. Darah mengalir pada bagian kepala dan kakinya. Dan yang yang lebih mengejutkan aku yang tertabarak adalah adalah Rena. Berbulan-bulan Rena terbaring di rumah sakit. Enam bulan ia mulai bisa berjalan. Setelah ia mulai sembuh dan mulai bisa berjalan ternyata Rena mengajakku untuk menikah. Ia sebenarnya ingin menceritakaan ini padamu. Tapi ia takut dan malu Rai. Ia buta sekarang.”
Tanpa sadar air mata Uki mengalir di pipinya. Aku mendengarkan cerita Uki. Akupun meneteskan air mata. Maafkan aku, yang tadinya berprasangka buruk padamu.
Akupun mulai menerima mengapa Rena menikah dengan sahabatku ini, Uki. Aku bangga dengan sahabatku yang satu ini. Uki sahabat yang akan tetap menjadi sahabat. Selamanya.Uki pun menceritakan siapa gadis yang dibuatkan puisi saat masa SMA dulu. Dia adalah Rena. Kekasihku yang aku cari selama ini. Rena tidak memberikan peluang untuk uki karena dia mempunyai kekasih hati yaitu aku. Dan aku lelaki yang menurutnya setia.

Musi, Agustus 2009

MONOGRAFI IMPIAN
Rojaki, S.Pd.
Sinopsis Cerpen

Cepen ini merupakan cerpen yang sangat berkesan bagi penulis, Rojaki. Cerpen ini mengisahkan kehidupan masa sekolah tingkat atas pada tahun 2002 yang silam. Ini hanya sebuah kenangan yang akan menjadi sejarah dalam hidupnya. Cerpen ini bergenre remaja dan bertemakan persahabatan. Cerpen yang ditulis di Sekayu ini mengisahkan persahabatan Arai dengan kawannya Uki Sugiarto. Arai yang sekarang telah berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia dan ia mempunyai nasib yang lebih beruntung dibanddingka kawannya yang sangat dekat dengannya, Uki Sugiarto. Uki adalah sahabat yang sangat berarti baginya di masa SMA. Banyak hal yang telah dilakukan bersama dan mereka sudah anggap seperti saudaranya sendiri. Namum, karena nasib yang berkata lain, Uki tak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena kondisi keluarganya yang papa, pas-pasan. Arai melanjutkan studinya di Yogyakarta dan Uki terpaksa harus mengadu nasib di Jakarta. Uki yang kondisi fisiknya juga tidak seperti yang begitu sempurna. Kakinya panjang sebelah/ pincang dan postur tubuhnya yang kecil, tapi aku sebagai tidak memandang Uki aneh. Dia anaknya pintar, cerdas dan mudah untuk diajak bercanda. Uki adalah sahabatku yang menurutku paling baik.
Setelah lulus dari sekolah tingkat atas kami tidak pernah bertemu kembali. Hampir lima tahun kami tidak bertemu. Dia menghilang tanpa jejak dan akupun tidak tahu kabarnya. Aku dulu sempat mencarinya, tapi kata tetangganya Uki dan keluarga pidah rumah karena rumah yang ia tinggali telah dijual. Aku tidak tahu pasti Uki pidah ke desa mana atau ke kota barang kali. Suatu malam aku membayangkan bagaimana Uki sekarang? Apakah dia sudah menikah? Dan siapa wanita yang akan menerimanya apa adanya dengan kondisi seperti itu? Aku yakin Uki akan mendapatkan pasangannya karena tuhan pasti menciptakan hambanya untuk berpasang-pasangan. Aku bertemu Uki dan yang sangat mengejutkan Uki telah menikah dengan Rena, kekasihku yang aku cari selama ini. Meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas.

aartikel “sastra”

Mengakrabkan Siswa dengan Karya Sastra (Cerpen)

oleh Rojaki, S.Pd. (guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Sekayu

Pengajaran sastra di sekolah bukanlah pengajaran tentang teori-teori sastra yang kaku dan membosankan bagi siswa. Dalam membahas karya sastra yang sebenarnya, teori tentang sastra dapat disambilkan, misalnya teori tentang alur, penokohan dan perwatakan, dan setting dalam cerpen atau novel. Yang terpenting dalam pembelajaran sastra yaitu bagaimana caranya agar siswa dapat mengapresiasikan suatu karya sastra.

Dalam pelajaran sastra, yang diutamakan ialah pemahaman siswa atas karya itu, penghayatan atas isinya, ketertarikan akan jalan ceritanya, serta pendalaman karya sastra itu secara keseluruhan. Pengajar sastra harus dapat membuat siswa menjadi orang yang dapat menikmati karya sastra, sehingga siswa selalu ingin bergaul dengan karya sastra semisal cerpen ataupun novel.

Salah satu upaya menumbuhkan minat akan karya sastra terhadap siswa seluruh siswa kelas XI IPA 1, IPA 2, dan IPA 3 SMA Negeri 2 Sekayu dibimbing dalam proses menganalisis cerpen yang berkembang pada masa angkatan 55, 60-an, dan beberapa kumpulan cerpen majalah Horison yang terbit pada tahun 2008. Cerpen-cerpen tersebut di antaranya: Robohnya Surau Kami karya A. A Navis, Sri Sumarah dan Bawuk karya Umar Kayam, Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy dan kumpulan cerpen karya siswa tingkat nasioanl pada kolom Kaki Langit yang diterbitkan oleh majalah Horison. Cerpen-cerpen tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan sastra Indonesia.

Kumpulan cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” karya Umar Kayam menggambarkan secara gamblang bagaimana potret kehidupan pada masa peralihan antara Orde Lama beralih Orde Baru. Terjadinya peristiwa G30S-PKI digambarkan secara mendalam oleh Umar Kayam dalam cerpennya, “Sri Sumarah dan Bawuk”. Bagaimana peistiwa itu menyisakan luka yang mendalam bagi masyarakat yang di-cap ekstapol, aliran PKI/kiri atau dalam istilahnya KTP-abangan. Yang menjadi masalah apakah semua yang di-claim itu benar-benar terlibat pada peristiwa bersejarah itu. Umar Kayam membukus ceritanya dalam kumpulan cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhatan” dengan halus, alur yag tertata, sehingga tidak menjadi boomerang pada masa pemerintahan Orde Baru [lolos sensor oleh perintahan Orde Baru].

Lain halnya dengan kumpulan cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis yang menyiratkan bagaimana kondisi budaya masyarakat saat itu dan saat ini ketika kita merefleksikan cerita demi cerita yang terbingkai dalam sebuah cerita yang apik penuturannya oleh A. A Navis. Kritik sosial yang tajam dan mengena bagi bangasa Indonesia yang sednag mengalamai krisis multidimensi, bagaimana dialog yang tergambar oleh Kakek dan Ajo Sidi, sang pembual, mencerikatakan bahwa nanti ketika semua manusia digiring di padang mahsyar dan akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia. Sang Haji Saleh dan demonstran pun diajak berdialog dengan Tuhan (dalam cerita) bahwa pada dasarnya Allah SWT mencintai hambanya yang taat dan juga pandai bermasyarakat, beramal, dan menjalankan perintahnya. Tidak hanya sebatas penghambaan semata, namun lebih dari itu. Harus ada hubungan yang seimbang dalam hidup ini antara hubungan manusia dengan manusia sebagai mahluk sosial dan hubungan manusia dengan Tuhan sebagai mahluk individu

Melihat kondisi yang saat ini, siswa mulai luntur akan cinta pada cerpen yang terbit pada masa lalu padahal isinya mengadung pesan moral yang sangat dalam untuk diteliti. Pembelajaran bahasa Indonesia saat ini tidak hanya terkungkung pada aspek teori semata, namun bagaimana siswa mampu mengkritisi, memberikan apresiasi dan interprestasi yang tinggi terhadap karya sastra. Dengan membaca cerita pendek banyak hal yang kita peroleh, salah satunya adalah kita akan mengetahui sejarah/peristiwa penting, pesan-pesan moral dan nilai-nilai islami bagi kita sebagai umat muslim. Seperti yang tergambar pada cerpen atau dapat dikatakan novellet “Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy. Bagaimana kita mampu menyikapi hidup, mensyukuri apa yang kita peroleh dan memberikan sedikit kebahagian kepada orang lain, walau hanya sebatas senyum yang manis. Bahasa penuturan yang apik, santun dan sangat tersusun rapi oleh Kang Abik, nama panggilan sayangnya dalam media masa. Pembelajaran analisis cerpen ini diharapkan dapat memberikan sesuatu pendidikan secara utuh bagi diri siswa, di antaranya membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, pengembangan cipta, rasa, dan menunjang pembentukan watak dan nilai nilai moral yang terbangun secara utuh.

Sebab sastra adalah hasil dari kenyataan hidup manusia itu sendiri. Dunia sastra tercipta dari hasil plagiat kehidupan manusia atau sebuah Mimesis (tiruan kehidupan) dalam definisi Aristoteles. Dan sastra merupakan media yang kekal dalam menyimpan memori kehidupan manusia dari dulu hingga hari akhir dunia. Hanya saja, dunia sastra selalu berhasil menyuguhkan dunia lain dari dunia nyata manusia. Dengan gayanya yang halus dan penuh teka-teki sehingga sastra meninggalkan simbol-simbol yang jika bisa dipecahkan oleh manusia maka manusia dapat menemukan cermin dirinya itu [baca Sri Sumarah, Umar Kayam)

Selain itu, pada dasarnya pengajaran sastra adalah pembelajaran apresiasi sastra. Tujuan utama pembelajaran sastra yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman sastra, dengan sasaran akhir mampu mengapresiasi cipta sastra. Melatih mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal siswa, serta menumbuhkan kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Salam: “Mari kita bangun motivasi untuk budaya membaca sastra”

SMART SOLUTION BAHASA INDONESIA KELAS XII

Smart Solution Bahasa Indonesia
Materi Pertanyaan Solusi Cepat Contoh
Kalimat utama Kalimat utama terletak diawala paragraf
Kalimatnya utuh dan beupa pargraf deduktif Paragraf deduktif
Kalimat simpulan Merupakan paragraf induktif
Ditandai dengan konjungsi, jadi, dengan demikian atau berupa kalimat kesimpulan Pargraf induktif
Kalimat sumbang Kalimatnya salah nalar/ambigu
Salah penempatan fungsi konjungsi pada paragraf
Tidak adanya hubungan koherensi antarkalimat –
Kalimat inti Kalimatnya berpola S-P atau S-P-O

Catatan penting :
Kata kerja aktif transitif : pergi, berlari, berdoa,dll. (tidak membutuhkan objek)
Kata kerja aktif intransitif: memukul, makan, menjinjing, dll.(membutuhkan objek) Setahun kemudian PT Agkasa Pura yang dirancang untuk memenuhi pelayanan kargo bagi maskapai-maskapai domestik berdiri.
Kalimat inti dari kalimat tersebut adalah: PT Angkasa Pura berdiri.

Musi Banyuasin, salah satu kabupaten di Sumatera Selatan, memiliki potensi alam yang melimpah.
Kalimat intinya adalah: Musi Banyuasin memiliki potensi alam

Kalimat aktif transitif Kalimat yang membutuhkan objek Mereka mengangkat batu
Kalimat aktif intransitif Kalimat yang tidak membutuhkan objek Mereka berdoa dengan khusuk
Kalimat aktif dwitransitif Kalimat yang terdapat objek dan pelengkap Ana membelikan adik sepatu
Kalimat mayor Minimal berpola S-P Adik menangis
Kalimat minor Kalimat yang tidak mempunyai pola Diam!, pergi sekarang!. Jangan masuk!
Kalimat langsung Kalimat yang lansung diucapkan Ayah berkata, “kamu jangan berisik.”
Konjungsi/kata hubung Ketearangan waktu Saat, ketika, sebelum, sesudah, menjelang, saat dll.
Tujuan Agar, untuk, supaya
Alat dan cara Dengan
Tempat dan asal Di ,ke, dari
Sertaan Bersama
Syarat Jika, seandaianya, andaikata, jikalau, dll
Sebab Karena, dikarenakan
Akibat Maka,oleh karena itu, sehingga

Kalimat majemuk Perluasan subjek (s) Gadis yang mengenakan jilbab warna merah jambu itu kawanku sejak kecil

Perluasan objek (0) Ia memberitahukan bahwa kemarin sore andi pergi ke luar kota.
Perluasan keterangan a) Kami akan pergi secepatnya dari sini karena ta mu undangan mulai berdatangan.
b) Jika ingin menjadi juara kelas, kamu harus tekun belajar.
Klausa atasan/induk kalimat pokok kalimat Terdapat pada kalimat majemuk bertingkat
Contoh A: Induk Kalimat
contoh B: Anak Kalimat
contoh C : Anak kalimat di awal
hal penting : jika anak kalimat diawal kalimat gunakan tanda baca koma (,) untuk pemisah anak kalimat dengan induk kalimat. a) Aku akan berlibur ke Pulau Bali jika liburan sekolah tiba.
b) peserta ujian tulis harap segera melapor ke panitia karena pendaftaran akan ditutup sore ini
c) Karena kasus perceraiannya tidak juga kunjung usai, ia putuskan menyewa pengacara.
Frase atributif Mempunyai pola (d-m) (m-d) Baju baru, rumah makan, sandal jepit
Frase atributif berimbuhan Atributnya berimbuhan Tangga berjalan, taman bacaan, makalah pertanian, baju berenda,
Frase endosentris apositif Ada keterangan tambahan, diapit oleh tanda baca koma Maya, Kupik Muba, Sumatera Selatan 2009, akan berkunjung ke UI.
Frase endo.koordinatif Setara atau sejajar Sawah ladang, kakek nenek, ayah ibu,
Frase eksosentris Didahului oleh konjungsi Di ,ke, dari, sebelum, saat dll.
Partikel asing Penulisannya digabung dengan kata dasar yang melekat. Apabila diikuti singktan menggunaka tanda hubung (-). Ekstrakurukuler, semifinal, nonmuslim, antioksidan,swadaya, swasembada, pascasarjana, pascapanen, anti-KKN, non-Islam
Kata majemuk Idiom (gabungan kata yang membentuk makna baru) Daun muda, bulan madu,
Surat lamaran kerja
Penulisan alamat tujuan Tidak ada penyingkatan (no.) tidak ada tanda baca,
Tidak diakhiri tanda titik Kepada Yth. Kepala SMA Negeri 2 Sekayu
Jalan Kolonel Wahid Udin Sekayu Musi Banyuasin
Sumatera Selatan

Penulisan kalimat pembuka Sopan, singkat, lugas
Berdasarkan lowongan pekerjaan yang ada pada surat kabar harian Jakarta Post…………….

Penulisan Identitas Penulisan diawali huruf kecil
Penulisan S-1 (Sarjana Teknik) nama : Rojaki
tempat, tanggal lahir : Lampung, 7 Desember 1983
Penulisan kalimat penutup Menggunakan kata sapaan Atas perhatian Bapak/Ibu, saya mengucapkan terima kasih.
Paragraf analogi Membadingkan dua sifat yang sama Balon dengan ruang angkasa
Merawat tanaman dengan merawat bayi
Orang bijaksana dengan sifat padi
Sifat cabang dengan bahasa
Pisau dengan otak manusia
Paragraf argumentasi Berupa opini Berupa opini, pendapat orang
Paragraf narasi Mengadung alur/cerita/tokoh Cerpen, novel,
Paragraf deskripsi Pembaca merasa, melihat, mendengar –
Pargraf eksposisi Memunculkan data-data Data angka atau fakta penting
Persuasi Memunculkan kalimat ajakan Teks Pidato
Kata baku Kata yang disempurnakan Sistem, teknik, pranko, aerobik, teknologi, kualitas, ekspor, impor, produktivitas, aktivitas, relativitas, kuitansi, dll.
Table Pernyataan yang sesuai
Simpulan dari isi table Tabel penjualan, table prestasi siswa, dll.
Sastra melayu klasik Hikayat Amanat yang terdapat dan karakteristik tokoh
Novel Sudut pandang orang pertama (saya, aku kami)
Sudut pandang orang ketiga (ia dia mereka) Penggalan novel modern
Karaketeristik tokoh (penjelasan langsung, dialog antartokoh, jalan pikiran tokoh) –
Latar (waktu, tempat dan suasana) Yang paling dominan yang membawa perasaan pembaca
Puisi Tipografi (wujud puisi)
Rima (perulangan bunyi)
Suasana (haru, sunyi, bahagia)
Tema (sosial, politik, budaya, perjuangan)
Majas( personifikasi, ironi, metafora, hiperbola, litotes, metonomia, dll.
Drama Kalimat untuk melengkapi dialog yang rumpang
Karakter tokoh, amanat dari penggalan dialog
Silogisme Rumusnya:
Pu: A= B
Pk: C= A
Silogisme: C = B
Entimen : C = B karena A Semua mahuk hidup membutuhkan makan
Unggas makan setipa hari
Unggas membutuhkan makan
Unggas membutuhkan makan karena mahluk hidup
Karya ilmiah Kata pengantar berisi ucapan terima kasih dan kritik dan saran yang membangun untuk lebih baik lagi Latar belakang : hal yang menjadi pkok masalah
Batasan masalah: hal yang menjadi pokok masalah
Rumusan masalah : menggunakan kalimat pertanyaan : bagaimanakah, apakah?
Bab pendahuluan: latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
Bab II Kajian Pustaka / Kajian Teori
BAB III Metodelogi Penelitian/Cara Penelitian
BAB IV Pembahasan / isi
BAB V Penutup (simpulan dan saran)
Penulisan judul karya ilmiah ( penulisan utuh atau hanya awal kata untuk penulisan menggunakan huruf kapital 1) PEMANFAATAN LIMBAH KERTAS BEKAS SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN KERAJINAN TANGAN
2) Pemanfaatan Limbah Kertas Bekas sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kerajinan Tangan

WACANA: UNTUK MATERI TRY OUT MINGGU INI

PARAGRAF

Paragraf atau alinea adalah satuan bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Kalimat-kalimat yang membentuk paragraf harus memperhatikan kesatuan pikiran (kohesif). Selain itu, kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf harus saling berkaitan (koherensif). Apabila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari satu gagasan, alinea itu tidak baik dan perlu dipecah menjadi lebih dari satu alinea.

1. Paragraf Dekutif & Induktif)

Paragraf menurut pengembangan kalimat utamanya/ pokok pikirannya dibagi menjadi dua yaitu paragraf deduktif dan paragraf induktif. Paragraf deduktif yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal paragraf. Sedangkan paragraf induktif adalah paragraf yang kalimat utamanya terletak di akhir paragraf. Untuk lebih jelasnya berikut akan dijelaskan berikut ini.

a. Paragraf deduktif
Paragraf deduktif adalah paragraf yang menempatkan kalimat pokok pada bagian awal paragraf, kemudian disusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan paragraf (urutan umum-khusus).
Ciri utama pargraf deduktif
• Kalimat utama di awal paragraf.
• Kalimat kedua ditandai kalimat : hal ini, hal tersebut (penjelas kalimatn pertama).
Contoh 1.
Media massa merupakan salah satu sarana yang penting untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia. Melalui media massa setiap hari disebarkan informasi yang memakai bahasa sebagai sarananya. Dalam penyebaran informasi itu sudah barang tentu media massa senantiasa memperhatikan pemakaian bahasa Indonesia. Berdasarkan hubungan tersebut, media massa telah memberi sumbangan yang berharga bagi pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.

Contoh 2.
Pengendara motor harus selalu mematuhi peraturan lalu lintas. Menggunakan helm adalah salah satu contohnya. Selain itu, SIM dan STNK harus selalu dibawa. Rambu rambu lalu lintas pun tidak boleh dilanggar. Apabila dilanggar, maka akan ditindak tegas oleh polisi lalu lintas.

b. Paragraf Indutif

Paragraf induktif adalah paragraf yang menempatkan kalimat pokok pada akhir paragraf, setelah disajikan beberapa penjelasan terlebih dahulu (urutan khusus-umum).
Ciri utama paragraf induktif:
• Kalimat utama terletak di akhir paragraf
• Berupa kesimpulan yang tersirat
• Kalimat dapat berupa kalimat majemuk bertingkat ( kesimpulan adalah induk kalimat)
• Kata yang menandai induktif (dengan demikian, jadi,oleh karena itu

Contoh
Rumah sakit dengan karyawan yang dapat bekerja secara efisien akan dapat mengatasi persaingan yang ketat. Rumah sakit dewasa ini bukan sebagai unit pelayanan sosial semata, melainkan lebih merupakan unit pelayanan sosial ekonomi, bahkan sudah boleh dikatakan sebagai perusahaan jasa. Rumah sakit memerlukan manajer yang ahli menghitung pengelolaan investasi yang ditanam, pengelolaan sumber daya manusia yang efisien, serta mampu menghitung biaya pelayanan medis yang ditawarkan kepada pasien. Kini makin dirasakan perlunya pemimpin rumah sakit yang mempunyai latar belakang pendidikan manajemen.

Paragraf induktif berdasarkan penalarannya dibagi menjadi empat. Pengembangan berdasarkan penalarannya itu di antaranya : analogi, generalisasi, kausalitas, dan silogisme.
1. Analogi
Paragraf adalaah paragraf yang membandingkan dua hal yang mempunyai persamaan sifat kemudian ditarik kesimpulan.

Contoh
Orang yang memiliki ilmu pengetahuan luas dan berpendidikan tinggi akan bersifat seperti padi. Ia akan menjaga perkataanya dan mempunyai wawasan yang luas. Bertidak secara arif dan bijaksana saat menentukan keputusan. Setangkai padi yang mulai berisi akan terus merunduk. Ia tidak akan meninggi terkecuali tidak berisi. Demikian pula manusia, semakin ia akan wawasan, semakin merendahkan hatinya.
2. Generalisasi
Paragraf yang menyatakan peryataan-pernyataan khusus kemudian diakhiri dengan pernyataan umum yang berupa simpulan.
Contoh
Pada ulangan kali ini, Rendi mendapatkan nilai 98 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, 90 untuk pelajaran matematika, dan 88 untuk mata pelajaran lainnya. Pada ulangan-ulangan sebelumnyapun nilai Rendi sangat menggembirakan. Jadi, Rendi merupakan anak yang cerdas.

3. Kausalitas (sebab-akibat)
Paragraf yang dikembangan berdasarkan penalaran hubungan sebab akibat. Paragraf ini diawali dengan hubungan sebab sebat sebuah peristiwa dan diakhiri dengan kalimat yang berupa akibat atau sebaliknya.

Contoh
Setiap pagi Meriska selalu bangun kesiangan. Ia pun harus menunggu lama untuk mandi pagi dan persiapan lainnya. Berangkat ke sekolah pada pukul 06.20 menit, terkadang lebih dari itu. Tiba di sekolah apel pagi biasanya sudah dimulai. Akhinya ia dihukm oleh bagian kesiswaan untuk hormat bendera selama dua jam pelajaran.

4. Silogisme
Pengembangan paragraf silogisme adalah berupa penarikan kesimpulan dari pernyataan umum dan pernyataan khusus.

Contoh
Semua orang yang ingin sukses harus bekerja keras dan rajin berdoa. Rojaki ingin hidup sukses. Jadi, Rojaki harus bekerja keras dan rajin berdoa

3. Paragraf pengembangan menurut jenisnya.

A. Paragarf Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah jenis pengembangan paragraf yang tidak mengandalkan adalanya kalimat utama atau sebuah simpulan khusus dalam paragraf. Paragraf deskripsi ini dikembangan mengalir sesuai dengan apa yang dilihat dan diamati oleh seorang penulis sehingga pembaca akan diajak merasakan dan seolah-olah melihat kejadian atau wujud benda yang dilukiskan. Untuk lebih jelas cirri utama paragraph ini adalah sebagai berikut.

1. Bersifat informatif
2. Hasil pengamatan suatu objek
3. Pembaca diajak ntuk menikmati dan merasakan apa yang dibaca.

Contohnya
Seorang wanita bertubuh langsing berjalan gemulai menyisiri jalan. Badannya dibalut blus warna merah jambu. Sepasang sandal jepit melekat di kakinya. Rambutnya tersisir rapi. Matanya bening, tetapi pandangannya sayu. Sebuah tas warna coklat dikepitnya. Sayangnya, ia tidak mau tahu kepada siapa akan ditumpkannya pikiranya itu.

B. Paragraf Narasi
Paragraf yang menekankan pada narasi/cerita. Pengembangan ini menekankan pada alur cerita sehingga pembaca akan menikmati setiap runtutan kalimat yang dirangkai oleh seorang penulis. Paragraf ini muncul pada karya sastra yang berbentuk prosa baik itu novel, cerpen, roman, novellet, hikayat. Untuk lebih jelasnya cirri utama dari paragraph ini adalah sebagai berikut.

1. Paragraf ini ditandai dengan alur, tokoh, latar, gaya penceritaan yang literer/indah.
2. Peristiwa yang diceritakan biasanya berupa cerita fiksi/rekaan. contohnya : novel, cerpen, dan prosa

Contohnya

“Sebanyak itu Ibu menggulai, serupa ada tamu yang dinanti makan,”kata Rapiah dengan tersenyum. “Buat orang berpuasa, masih sedikit hidangan sebegini, Rapiah! Lihatlah yang baru siap:anjang lauk sapi, krabu bunga kelikih, boboto cara padang, sedang yang hendak Ibu siapkan tinggal lagi besengek dan kari menggala.” “Ibu sendiri hanya gemar pada daun-daun saja, tapi Ibu menyediakan daging sekian banyaknya. Siapakah yang hendak memakannya?” “Sebab engkau berpuasa, Rapiah. Tidak puas hati Ibu, jika makananmu kurang sepertinya Meskipun akan kau makan atau tidak, asalkan makanan cukup sedia, hati Ibu pun senang.” “Sudah kedelapan kali Kamis ini aku berpuasa sunat, Ibu, dan selama itu pula ayah Syafei meninggalkan kita. Selama ia masih di dalam perjalanan, tak akan rumpangnya aku berpuasa sunat setiap hari Senin dan Kamis.” “Berpuasa sunat itu besar manfaatnya, Rapiah. Tapi, sementara itu wajib benar bagimu memelihara kewarasan tubuhmu, jangan rupamu secara ini, tinggal kulit pembalut tulang saja.”
Salah Asuhan, Abdoel Muis

C. Paragraf Argumentasi

Paragraf argumentasi/pendapat adalah jenis pengembangan paragraf yang menekankan pada pengembangan suatu peristiwa yang terjadi. Paragraf yang memunculkan suatu opini dan didukung dengan fakta-fakta sebagai penguat gagasan. Paragraf ini sering muncul pada sebuah editorial, tajuk rencana, surat pembaca . jadi, paragraf ini akan sering muncul di media surat kabar. Materi yang terkait dengan paragraf argmumentasi adalah fakta dan opini.
Kata kata yang sering digunakan pada pargraf ini adalah: mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tidak mungkin, kemungkinan, bisa jadi dan lain sebagainya.

Contohnya
Kalau kesehatan di desa-desa kuat maka ketahanan masyarakat juga kuat. (2) Begitu penegasan Menteri Kesehatan Achmad Sujudi tentang dasar program Warung Obat Desa (WOD). (3) Di desa-desa, lanjutnya, yang menjadi ujung tombak kesehatan adalah bidan. (4) Selain bertugas menangani dan melayani ibu-ibu hamil, bidan juga memberikan pelayanan kesehatan lain. (5) Beban itu terlalu berat maka perlu tenaga lain yang membantu.

C. Paragraf eksposisi

Paragraf eksposisi adalah jenis pengembangan paragraf yang menekankan pada wacana yang sifatnya informasi/ bersifat informatif. Biasanya pembaca akan memperoleh suatu informasi baru setelah membaca paragraf ini. Selain itu, pargraf ini ditandai dengan dimunculkannya data data sebagai penguat paparan sebuah paragraf.

Contohnya
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teh mempunyai banyak manfaat. Mengonsumsi teh secara teratur dapat mencegah kanker meskipun tidak terlalu besar. Teh juga menguatkan tulang dan mencegah pertumbuhan plak di permukaan gigi sehingga mencegah gigi berlubang. Tidak hanya memenuhi kebutuhan cairan tubuh seperti air putih, teh juga melawan penyakit jantung.

D. Paragraf persuasi
Paragraf persuasi adalah jenis pengembangan paragraf yang menekankan pada sebuah ajakan. Pembaca diajak untuk memahami, dipengaruhi untuk megikuti anjuran/perintah. Paragraf ini akan muncul pada teks pidato, deskripsi wacana iklan dan sejenisnya.

Contohnya
Saudara-saudara, asap kendaraan bermotor dapat menyebabkan polusi udara. Karena itu, penggunaan bahan bakar ramah lingkungan sangat dibutuhkan.

CERPEN SISWAKU : HANDS SBASTIAN

Belajar dari Pengalaman
By Handoyono XII IA 4

“S
urya…………!!!”
Terbangun lamunanku ketika Pak Japilus memanggil dengan sedikit jengkel.
“Kamu ikut tidak?” tanyanya kepadaku.
“Ikut apa pak?” jawabku dengan seribu kebingungan. Aku baru saja pulang dari Harvard, Universitas tempatku ambil gelar Master nantinya sekaligus tempat lamunanku tadi.
“Ya…. ikut lomba membuat Cerpen tingkat SMA! Kamu mau ikut tidak? Ini lagi pelajaran, kamu malah ngelamun. Sudah, cuci muka di WC sana!” dengan nada yang khas Pak Japilus menceramahiku.
“Baik Pak!” jawabku dengan tergesah-gesah. Memang aku tadi sedikit ngantuk, soalnya sekarang lagi bulan puasa. Ditambah pelajaran Bahasa Indonesia jam terakhir sebelum ISOMA (Istirahat, Sholat. Makan), berhubung sekarang bulan Ramadhan, namanya dirubah sementara menjadi ISO.
Sambil berjalan menuju toilet yang lumayan dekat dari kelas Bahasa Indonesia. Aku menanyakan di dalam hati.
”Apa yang Pak Japilus tanyakan kepadaku tadi ya…..”
“Soal Cerpen! Ya.. soal cerpen” hatiku berteriak ketika teringat yang Pak Japilus tanyakan tadi.
Sampai di depan toilet, aku langsung menuju wastafel. Kuputar keran airnya, kujulurkan kedua tanganku di setiap tumpahan air. Kurebahkan setiap air di tanganku ke mukaku yang penuh dengan kelelapan ini.
“Wuih,…….. segarnya!” terasa air hangat mambasuh mukaku yang terasa dingin. Maklum, disekolahku memang kalau di dalam kelas terasa dingin sekali. AC dikelas pakai full sampai 20 oC.
* * *
Setibanya di kelas, aku langsung duduk di bangku. Bangkuku paling belakang sekaligus paling pinggir dekat pintu masuk. Markas tempat peristirahatanku setiap jam pelajaran yang membosankan. Mendadak Pak Japilus memberi seperempat potong kertas A4 kepada setiap siswa tidak terkecuali aku.
“Hari ini kita post test tentang pidato!” Pak Japilus memberi pernyataan dengan lugas.
“Ya…. Pak. Gimana sih!” serentak seluruh siswa tidak setuju dengan pernyataan tadi. Setiap siswa memang baru mendapat materi pidato kemarin, dan sekarang Pak Japilus langsung memberi post test. Aku tidak memberi respon. Dalam hal ini aku menjadi seorang yang netral. Ditambah lagi, aku menganggap post test tentang Pidato juga tidak terlalu sulit. Maklum mantan Ketua OSIS, setiap kegiatan pasti sambutan. Jadinya sudah lumrah dilakukan.
* * *
“Kringgggggggggggg………….”
Bel tanda pelajaran habis berbunyi. Pertanda post test harus dikumpulkan.
“Kumpulkan semua hasil kerja kalian” Pak Japilus berkata
Palar mengambil setiap pekerjaan siswa, dan langsung diberikan kepada Pak Japilus. Seperti biasa Palar adalah ketua kelas kami. Dan dialah tempat seluruh siswa mengumpulkan tugas.
“Oke….. demikian pertemuan kita hari ini, saya akhiri Wabilahi taufikwalhidayah wasalmu’alkum warahmatullahhiwabarakatu”
Setelah menjawab salam, seluruh siswa keluar kelas dengan bersalaman kepada Pak japilus terlebih dahulu. Sengaja aku tidak bersama dengan mereka. Aku sedikit melambat keluar dari kelas karena ingin bertanya soal lomba cerpen.
“Soal cerpen tadi maksudnya apa pak?” tanyaku kepada Pak Japilus yang sedang membereskan laptopnya.
“Makanya kalau pelajaran itu disimak. Jangan malah menghayal kemanan-mana.” Jawab Pak Japilus dengan ketus.
“Ya… Pak, lain kali saya akan menyimak! Terus Pak, giman soal cerpen tadi?” tanyaku dengan sedikit mendesak.
“Lain kali? Jangan cuma lain kali. tapi menyimaknya setiap waktu pada setiap pelajaran. Ingat itu!” lagi-lagi Pak Japilus memberikan amanah.
“Siap Pak!” jawabku tegas seperti anak Paskibraka sekolah.
“Lalu cerpennya pak?” tanyaku lembut.
“Kamu bisa lihat di Info OSIS, lomba menulis cerpen tingkat SMA. Dan juara I akan mendapat uang tunai senilai 5 juta rupiah” Pak Japilus menjawab dengan lantang.
“Berapa pak, 5 juta?” tanyaku dengan semangat.
“Ya… 5 juta, beserta piagam penghargaan” jawab Pak Japilus sambil menyandangkan tas laptop di bahunya.
“Oke pak, asalamu’alaikum” sambil menyalami tangan Pak Japilus, akupun keluar dari kelas. Dengan cepat aku berlari menuju lantai 2.
* * *
Sesampainya di Info OSIS, papan pengumuman khusus kegiatan anak-anak OSIS. Dan papan ini tahun lalu menjadi tempatku mengadu tentang masalah OSIS. Termasuk masalah dana. Aku juga sedikit heran dengan sekolahku tercinta ini, sekolah yang lumayan besar untuk kabupaten kami, tapi kalau bicara soal dana selalu melakukan pungutan sumbangan kepada seluruh warga sekolahnya.
“Tujuanku tadi ingin melihat poster perlombaan, kenapa malah ingat-ingat masa lalu” Langsung kujulurkan telunjukku menuju persyaratan lomba.
“Sepertinya tidak ada masalah dalam persyaratan!” kataku dalam hati
“Apa………” tiba-tiba hatiku berteriak seperti mendengar berita yang sangat tidak enak untuk didengar dari orang. Aku melihat batas akhir pengumpulan adalah besok pagi. Dan tulisan batas akhir pengumpulan itu dibuat sendiri oleh Pak Japilus sekaligus tanda tanganya yang hanya huruf J dimiringkan.
“Sepertinya aku tidak akan ikut” kataku dengan sedikit pesimis.
* * *
“Kring…….Kring…….Kring…….Kring……!” tanda bel pulang sekolah berbunyi. Jam tanganku menunjukkan pukul 15.00.
“Senangnya kalau tidak apel” biasanya sekolahku baru pulang pukul 16.30 dan dilakukan apel, setiap pagi dan sore.
“Gimana, jadi ikut lombanaya?” tiba-tiba Pak Japilus menyapaku dari belakang.
“Tidak pak!” jawabku datar.
“Memangnya kenapa?” sekarang malah Pak Japilus yang sedikit cerewet menanyaiku.
“Kan besok sudah harus dikumpul pak!” dengan pesimis.
“Ya…. buat saja cerpen biasa, bisa saja nanti kamu punya nasib” Pak Japilus menyemangatiku.
“Ya… sudah pak, nanti kupikirkan lagi” jawabku santai.
“Terserah kamu, semuanya kembali kepada dirimu sendiri. Mengikuti lomba bukan cuma pengen dapat hadiah. Tapi bagaimana kamu bisa belajar dari perlombaan itu. Soal menang urutan terakhirlah”
“Baik….. Pak” jawabku ketus sambil mamandang ke arah motorku yang sudah menunggu seharian.
“Saya pulang dulu Pak. Insya allah besok naskah cerpennya saya kumpulkan Pak.” kataku dengan sedikit mengapresiasi pak japilus yang menyemangatiku dari tadi.
“Nah gitu dong, semangat anak muda harus membara” Pak Japilus berkata seperti dalam film nagabonar.
“Asalamu’alaikum pak” buru-buru ku berlari menuju motorku.
* * *
“Asalamualaikum” setibanya di depan pintu rumah kelahiranku. Memang rumah inilah tempatku dilahir. Kesimpulanya kecuali aku, semua anggota keluargaku tidak lahir disini.
“Wa’alakumsalam warohmatullahi wabarakatu” Ayahku menjawab yang sedang tadarus. Tadarus di sore hari memang rutin dilakukan Ayah. Bukan hanya dibulan puasa tapi memang menjadi kegiatan rutin setiap sore. Setelah pensiun dari pekerjaannya. Dan biasanya kalau bukan bulan puasa, setelah tadarus dia pergi latihan Badminton. Walaupun diusiannya yang menginjak 50 tahun. Tapi smash menyilang andalanya tetap mematikan.
Aku langsung meletakkan tas sekolah di kamar. Dan melihat komputerku yang masih hidup, kubuka situs jejaring sosial yang sedang hangat saat ini. Kulihat ada 10 pemberitahuan dan 3 permintaan teman. Aku hanya memperbaharui statusku yang sudah lama tidak kubuka karena kemarin sibuk latihan Nasyid. Alhamdulillah kami mendapat juara I. Dan akan tampil pada acara buka bersama sekolah.
Teringat dibenakku tentang lomba cerpen yang kuharapkan ikut tadi. Aku langsung menuju agendaku untuk mulai menulis.
* * *
“Allahuakbar.. Allahuakbar……..!!!” terdengar adzan maghrib dari masjid dekat rumah.
“Alhamdulillah” sambil membaca niat berbuka puasa kumakan buah favorit nabi Muhammad S.A.W. Terlihat es buah dihadapanku, langsung saja kuminum manisnya es buah buatan ibuku yang memang pandai dalam membuat segala macam minuman. Setelah terasa perut mulai puas, segeralah aku menuju kamar untuk menunaikan sholat maghrib.
Malam ini aku memang berniat untuk absen sholat tarawih, karena akan melanjutkan menulis cerpen yang sudah setengah jalan kubuat. Sedikit mengejutkan, padahal aku baru sekali membuat cerpan.
“Ternyata aku juga bisa menulis cerpen” jumawahku didalam hati
Sejujurnya aku tidak pernah mengikuti lomba-lomba yang harus berhadapan dengan menulis. Lomba yang pernah kuikuti baru lomba karate. Tidak ada hubungan dengan menulis. Tapi ada lomba yang bergengsi pernah kuikuti. Tepatnya kemarin bulan agustus, lomba Siswa Berprestasi tingkat Propinsi. Sayangnya hasil akhir berada pada posisi 9, alias tidak menang. Makanya aku sangat berniat mengikuti lomba menulis cerpen ini, karena hadiahnya yang lumayan besar untuk tabunganku ketika kuliah nanti.
Rumahku tersa sepi, hanya ada bunyi lagu-lagu dari komputerku. Dan sekarang lagunya D’masiv menyemangatiku untuk menyelesaikan cerpen yang kubuat ini judulnya, jangan menyerah. Salah satu lagu yang lagi hangat diputar disetiap radio di kotaku. Kucoba untuk mengambil makanan ringan yang yang ada di lemari penyimpanan. Kupilih kripik kentang yang selalu menemaniku setiap belajar.
“Sudah selesai cerpennya, Sur?” tiba-tiba Kak Della menyapaku dari belakang. Dia baru pulang tarawih sepertiya. Della adalah kakak perempuanku yang tertua.
“Ya… Kak, ngagetin aja.” jawabku
“Habisnya kamu seperti orang maling” kak Della menerangkan sambil membuka Lemari es, sepertinya akan minum es buah.
“Cerpenya sebentar lagi Kak!” aku langsung menuju kamar setelah mengambil kripik kentang kesukaanku.
* * *
“Sahur….. Sahur….. Bangun Sur!”
Ayahku membangunkanku dari tidur nyenyakku. Semalam aku begadang sampai larut malam untuk menyelesaikan cerpen perdanaku. Untungnya selesai tepat waktu.
“Oh,.. ya Yah. Ini sudah bangun!” mencoba menjawab ajakan ayahku. Padahal aku masih sangat ngantuk. Mataku terasa berat sekali rasanya.
Kucoba bangun dan menuju wastafel untuk mencuci muka agar sedikit segar. Makan sahur biasanya nafsu makanku sedikit berkurang. Tidak tahu apa penyebabnya, tapi yang jelas untuk mengantisipasi agar energi tetap terjaga aku biasanya minum susu ditambah madu. Sebuah kebiasaan yang baru kurintis. Dan memang, menurutku terbukti.
Waktu imsak sudah dekat, aku mulai mengambil wudhu untuk melakukan tadarus sendirian dikamar. Demi menjaga agar tidak tidur, karena sekolahku masuk pukul 06.30. apabila aku tidur, aku akan terlambat datang. Dan kalau terlambat, aku harus hormat bendera selama dua jam pelajaran.
Setelah sholat subuh, aku mulai mempersiapkan buku pelajaran sekaligus naskah cerpen yang akan kukumpulkan kepada Pak Japilus, dan aku berharap semoga aku bisa menang dalam lomba menulis perdana ini. Sebuah keharusan apabila aku mengikuti lomba mendapat hadiah. Karena hadiah mutlak harus diraih.
* * *
Apel pagi telah usai, sebelum masuk pelajaran aku berniat untuk menemui Pak Japilus. Kebetulan di depan ruang Bahasa Jepang aku melihat Pak Japilus sedang berbincang dengan Pak Tamada. Tidak tahu apa yang mereka perbincangkan, tapi yang jelas aku akan mengumpulkan naskah cerpen, sebelum dia kirimkan semua naskah cerpen seluruh siswa.
“Permisi Pak Japilus! Saya mau mengumpulkan naskah perlombaan menulis cerpen.” Sapaku dengan pelan.
“Oh… ya. Mana naskahnya?” pak japilus langsung bersemangat.
“Ini pak!” sambilku menyerahkan naskah.
“Kamu punya produk sekaligus persyaratan lainya?” Pak Japilus bertanya lagi kepadaku.
“Produk apa pak?” aku malah berbalik tanya
“LIP ICE atau Selsum?” jawab Pak Japilus tenang
“Oh… kemasan produk pak. Ini Pak, dalam amplop ini sudah termasuk semua persyaratanya. Lip Ice itu produk yang lagi dipakai anak perempuan kelas kami Pak. Jadinya saya pinta saja sama Fajriah” terangku
“Ya…. sudah. Tunggu pengumumanya saja, 2 minggu lagi. Dan semoga menang” Pak Japilus menyemangatiku.
“Amin Pak” sambil berpaling dari Pak Japilus menuju ruang kelasku di lantai 3.
* * *
Berhari-hari aku menunggu pengumuman pemenang lomba. Sambil berdo’a dan minta do’a dari teman-teman dikelas. Aku hanya berfikir menang dan tidak ingin kalah. Disetiap do’aku kepada sang pencipta, aku meminta menang. Tujuanku mengikuti lomba ini untuk menang.
Sekali-kali aku membayangkan, uang yang kuterima akan ku pakai untuk membeli Handphone baru. Yang terbaru saat ini adalah BB. Akupun tidak memikirkan apa jadinya apabila kita berharap terlalu berlebihan, akan menimbulkan mudorat.
* * *
Tibalah waktu pengumuman yang kunanti dari sejak 2 minggu kemarin. Hari ini aku sangat yakin akan menang. Aku merasa akan menjadi orang yang paling beruntung hari ini. Pada apel pagi kali ini, pak japilus sendiri akan mambacakan secara langsung pengumumannya.
“Selamat pagi anak-anak” sambutan pertama Pak Japilus
“Pagi….. Pak…..” serentak dengan semangat seluruh siswa menjawab salam Pak Japilus.
“To the poin saja ya… Bapak akan manyampaikan bahwasanya di sekolah kita hanya ada satu pemenang dari lomba menulis cerpen!” ungkap Pak Japilus
Mendengar hal itu, aku tambah bersemangat. Aku merasa sudah diatas angin. Dan melayang dengan semua uang 5 juta disekelilingku.
“Tidak ada yang bisa mengalahanku dalam menulis cerpen” jumawaku dalam hati.
“Dan pemenangnya adalah saya sendiri. Saya ikut dalam tingkat umum.” Pak Japilus menerangkan dengan sangat lugas.
Terdiam dalam keramaian, begitulah kaeadaanku ketika itu. Disaat seluruh wrga sekolah merasa senang mendengar hal itu. Aku merasa seolah pagi yang aku anggap beruntung ini menjadi hari yang paling sial. Aku tidak bisa berkata lagi. Seluruh tubuhku kakuh. Ingin rasanya memaki semua dan apa saja yang menjengkelkanku. Awan terasa gelap. Canda tawa Pak Japilus yang berdiri didepan apel terasa sangat pahit untuk didengar. Hatiku menangis tanpa air mata.
Sedang seluruh siswa memberi selamt kepada Pak Japilus yang menang dalam perlombaan ini. Aku merasa tuhan tidak adil. Aku merasa perjuanganku sia-sia. Do’a yang ku haturkan setiap menghadap-nya terasa hampa. Tidak ada sedikit orangpun yang memahami perasaanku sekarang.
* * *
“Harapanku hilang diujung jalan, aku ingin menghilang dari dunia ini” kuperbaharui satatus di Face Book. Sengaja kutulis agar ada oranag yang tahu keadaanku sekarang.
Tak lama kemudian, ada sepuluh komentar distatusku. Meraka semua mencoba menyemangatiku. Dengan berkata “sabar ya….” dan ada pula yang memberi komentar “bukan rejeki…”. tapi ada 3 komentar yang sangat menyentuh hatiku saat itu. Meraka semua menyadarkan tidur panjang seorang surya.
“Tekadang kita memang sudah berdo’a dengan khusuk,….. tapi apakah kita sudah berikhtiar dengan benar? Do’a dan ikhtiar harus seimbang. Kamu baru gagal sekali, kecewanya berkali-kali. Ingat! Pak Thomas gagal seribuanan kali baru bisa menemukan lampu pijar” temanku adit megomentari statusku.
“Mau nangis? Alah… kagak bakal nyelesain masalah. Mending nulis lagi deh, tuh ada lomba jadi kritikus. Liat Info OSIS!” Pak Japilus juga mengomentari statusku
Dan komentar yang sangat meyemangatiku, pada komentar terakhir adalah pada komentar kesepuluh. Yang memberikan komentar Panji teman karibku sejak SMP. Dia sekarang sedang melanjutkan studi di SMA Taruna Nusantara di Magelang.
“Menghilang dari dunia? Mati deh sana. Dengan begitu hilang sudah generasi muda indonesia yang mudah menyerah. Dan negara nggak bakalan ngurusin looo. Yang mati konyol. Lo sudah memulai awalannya. Monggo… terusin. Jangan menyerah, D’masiv”
Sontak aku tertawa sendiri membaca tiga komentar sederhana yang menusuk hati. Hatiku bekaca-kaca “Memang banar!” aku baru pertama menulis sudah menghayal ke angkasa lain. Seolah seperti penulis yang handal
“Terima kasih semua. I love u full!” jawabku kepada seluruh pemberi komentar.
* * *
Apa jadinya aku, apabila pada lomba itu aku menang. Akan semakin besar kapalaku ini jadinya. Aku bersyukur bisa kalah. Dengan mengalami kegagalan dalam perlombaan, membuatku semakin dewasa untuk berfikir menuju kemenangan. Belajar dari pengalaman membuatku tahu akan arti kegagalan. Karena kegagalan adalah proses menuju kemenangan yang hakiki.

RESENSI NOVEL

Keyakinan untuk Sebuah Kesuksesan

Novel pertama karangan Donny ini sungguh luar biasa. Menceritakan tentang persahabatan kelima remaja yang penuh dengan cerita khas remaja. Ada suka dan duka yang mengharu-biru dari dalam novel ini. Kelima tokoh utama itu adalah Ian yang berpostur gemuk, Zafran yang merupakan kebalikan dari Ian terlalu kurus, Arial yang berbadan atletis , Genta yang nyaris ‘normal’ untuk usianya serta Riani satu-satunya cewek dalam kelompok kecil yang kerap mereka sebut Power Rangers, serial kartun yang pernah booming di awal tahun 2000-an.
Mulanya, mereka hanya berempat, tidak termasuk Ian. Ian bergabung paling terakhir yang kali itu selalu tidak pede dengan penampilan dirinya yang bongsor dan cablak. Persahabatan yang dimulai sejak di bangku SMA. Mereka kerap bermain ke SMA mereka dulu dengan dua alasan. Pertama karena mereka merindukan masa-masa SMA dulu yang selalu mengundang tawa dan derai airmata jika diingat, dan alasan kedua karena mereka tidak menemukan tempat nongkrong yang nyaman setelah sering merasa tidak enak karena selalu nongkrong di rumah Arial dan selalu saja menghabiskan makanan di rumah itu. Walaupun Zafran sangat senang karena bisa bertemu dengan Dinda, kembaran Arial. Entah sejak kapan dia memendam rasa yang tak pernah kesampaian pada kembaran sahabatnya itu.
Suatu ketika, salah satu diantara mereka bergumam tentang sebuah ide dimana mereka akan menjalani hidup masing-masing dulu baru kemudian dengan batas waktu yang ditentukan, barulah mereka bertemu. Hal ini disambut hangat oleh semua anggota kelompok kecil ini. Perjanjiannya adalah, walaupun mereka bertemu, mereka tidak boleh berbicara kecuali dalam keadaan yang sangat genting dan hal ini akan berlaku sekitar tiga bulan. Waktu yang cukup panjang dan akan menjadi sangat penjang jika kita sudah terbiasa menjalani hidup dengan sahabat-sahabat tercinta.
Novel ini bukan sekedar novel fiksi, tapi novel ini juga bisa kita sebut sebagai novel pembangun jiwa, karena dijamin, kita tidak akan tinggal diam setelah membaca semua halamannya. Lantas, apa hubungannya dengan judul 5 cm? Agak susah memang menebaknya di awal, tapi kita dengan mudah akan mengerti begitu di akhir cerita. Bahasanya yang mudah dimengerti dan lugas membuat kita terhanyut dalam suasana novel ini. Kita akan benar-benar dibawa ke dalam sebuah babak dimana kita menjadi saksi bahwa keinginan dan keyakinan yang kuat akan menuntun kita untuk meraih impian kita. Bahwa kita harus mempunyai mimpi dan sebisa mungkin merealisasikannya. Apa yang harus kita lakukan? Jawabannya cukup dengan 5 cm. cukup menggantungkan impian kita di kening kita dengan jarak 5 cm sehingga kita bisa terus membacanya, bahkan di saat kita merasa benar-benar tidak bersemangat. Kita harus bangkit karena 5 cm akan membawa kita ke dunia kesuksesan.
Novel yang meraih penghargaan bestseller ini tidak hanya cocok dibaca oleh remaja, namun bisa dibaca semua umur, karena isinya yang syarat makna dan mampu memberikan kita inspirasi untuk menjadi jauh lebih baik seperti kelima tokoh yang ada dalam cerita ini. Kelimanya hidup bahagia dan tetap bersahabat hingga bisa melihat anak-anak mereka bermain bersama. Agak klise memang jika Donny mengakhiri kisah ini dengan begitu indah, namun lagaknya harus seperti itu agar kita semakin termotivasi dengan menggantungkan impian kita 5 cm di kening dan berusa untuk terus merealisasikannya.

Selamat membaca karena sudah ada di perpustakaan kita ini lho.

By Maya susanti XII IA 3

perjalanan cinta

Perjalanan cinta

: rojaki

dear rena

Kali ini perjalananku sangat melelahkan
Kabut tipis yang turun perlahan kuncup asrama
Mengaburkan pandanganku bersamanya-________
Rasanya ingin aku rebahkan tubuh ini
Di atas tikar bersamamu–geraikan rambutmu
Dan secangkir kopi hangat di sampingku

Kali ini adalah perjalananku yang sangat melelahkan
Tiada jawab yang kutunggu sejak dulu
Ribuan pertanyaan yang terlontar dari sajakku
Kini hanya menjadi bongkahan
Beku dan terbungkus di rongga dadaku

: aku menunggu
dan mulai memahamimu

teacher room, 17 february 2010

di atas meja

Di Atas Meja
:Abdilah
di atas meja: cangkir kosong
gelisah mengingatkan
tentang hidup percuma

di atas meja mengeluh bungkus-bungkus
rokok dan debu kertas yang tak ramah lagi bicara

di atas meja: inikah seribu
masa silam dan catatan
tentang dosa kita?

Sekayu 18 Februari 2010