|
Rojaki, M.Pd.
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
SMA Negeri 2 Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
Membaca adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan dengan menggunakan indera mata dari sesuatu yang ditulis. Bahan bacaan atau sesuatu yang ditulis tadi dapat berupa bahan bercetak di atas kertas seperti buku, novel, majalah, koran, atau dapat juga melalui media layar komputer seperti internet, dan sebagainya. Kegiatan membaca sangat bermanfaat jika dilakukan, apalagi bila membudaya. Melalui membaca, kita bisa menggali bakat dan potensi anak, memacu peningkatan daya nalar, melatih konsentrasi, peningkatan prestasi sekolah, dan lain sebagainya. Mengingat begitu banyak hal yang bisa siswa peroleh dari kegiatan membaca, sangatlah penting bagi semua pihak untuk mendorong terciptanya suatu budaya membaca pada diri siswa.
Kita semua telah memahami bahwa guru adalah komponen sekolah yang hampir setiap saat paling erat bertalian dengan siswa. Guru sebenarnya merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi budaya membaca pada siswa. Suka atau tidak, siswa akan menjadikan guru sebagai tauladan dan sebagai profil yang menjadi acuan tindakan mereka. Sampai saat ini kegiatan membaca bagi guru sendiri, masih merupakan kegiatan yang belum menjadi budaya. Coba tanyalah guru di sekeliling kita, berapa banyak buku (selain buku pelajaran yang ia punya), yang telah dibacanya dalam tiga atau enam bulan yang lalu? Tiga buku? Dua buku? Satu Buku? Nol buku? Kita yakin, banyak guru yang sudah lama tidak membaca buku, selain buku pelajaran. Memang, ada banyak hambatan bagi guru atau siswa sehingga membaca susah untuk membudaya. Hal ini yang mempengaruhi siswa ketika diminta untuk menulis sebuah tulisan yang akan diajarkan guru akan mengalami kendala dan kesulitan. Untuk menyiasatinya adalah menumbuhkan minat dan budaya membaca sejak dini. Selama penulis menjalani profesi sebagai guru, banyak hal atau tantangan untuk menggalakan untuk siswa membaca, dan pada momen-momen tertentu siswa akan ditargetkan berapa jumlah buku yang harus ia baca. Dan berdasarkan Standar Isi yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 bahwa siswa diwajibkan untuk membaca buku minimal 15 buku fiksi dan nonfiksi. Cukup berat memang, jika sejak awal guru tidak memberikan kewajiban pada siswa bahwa siswa wajib membaca buku, selain buku mata pelajaran.
Kali ini penulis akan berbagi pengalaman mengenai bagaimana meningkatkan budaya membaca dan menulis pada siswa. “Dengan membaca kita akan terbuka pola pikir yang luas” “Think globally act locally”s. Itulah kata yang sering penulis tuturkan kepada seluruh peserta didik ketika mengawali pembelajaran. Taka ada ruginya ketika kita membaca, membaca bahan bacaan apa saja yang penting itu menarik dan nyaman untuk dibaca, silahkan Anda untuk membacanya. Sebagai contoh ketika kita sedang berjalan dan ada kertas yang terbang dan itu adalah penggalan koran, ada tulisan yang menarik untuk membaca maka simpan dan bacalah jika ada waktu yang tepat.
Menanamkan pola pikir yang kedua adalah ketika kita sudah senang dengan membaca maka kita secara otomastis perbendaharaan kosa kata akan terus meningkat atau bertambah. Terkadang kita sulit untuk mengungkapkan suatu hal karena kita tidak tahu istilahnya atau kata apa yang tepat untuk menggambarkannya. Dan jadinya, ketika kita dalam perbincangan dengan rekan, kawan, guru bahasa yang digunakan itu-itu saja. Tak ada pilihan lain alias tidak berkembang perbendaharaan kosa katanya. Lain dari itu, dengan membaca akan melatih kekritisan kita terhadap suatu permasalahan yang ada dan sedang berkembang, entah itu berada di lingkungan kita, berskala nasional maupun internasional.
Dengan hal seperti ini, ternyata siswa sangat antusias untuk membaca. Siswa telah menyiapkan beberapa artikelnya yang ia cari di berbagai media cetak untuk dikupas dalam forum diskusi kelas. Yang paling menarik dari pembelajaran ini adalah, siswa ada inisiatif untuk menulis kreatif dengan permasalahan yang hampir sama yang berkaitan dengan sekolah dan ada pula yang berkaitan dengan isu nasional yang sedang diperbincangkan. Inilah saatnya guru memberikan dorongan dan bimbingan untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam menulis. Tentunya, guru akan terus membimbing dalam proses penulisan artikel ini, tak jarang siswa bertanya, Bagaimana dan poin-poin apa saja yang perlu ditulis ketika tema dan pokok permasalahan saya seperti ini, Sir Jaki? Solusinya sangat mudah. Tak ada kata yang sulit, penjelasan singkat namun mengena, itulah yang penjelasan yang disampaikan kepada siswa yang bertanya. Pengembagan menulis artikel pun berjalan sangat efektif di kelas.
Dengan pembelajaran seperti ini ternyata mampu meningkatkan minat baca siswa dan terlebih pada menulis. Tak ada keraguan lagi bahwa membaca itu menjenuhkan, melelahkan, dan tak ada waktu ketika ditanya, apa yang kamu baca dan bacaan apa yang kamu baca hari ini? Semua akan siap dengan beragam cerita yang menarik. Dan tentunya, guru akan selalu memberikan waktu untuk anak-anak bercerita selama lima sampai sepuluh menit. Bercerita dan berbagi dengan temannya di awal pembelajaran di kelas adalah momen yang baik untuk mengawali setiap pembelajaran.
Pada tahap akhir pembelajaran, siswa telah menghasilkan karya-karya yang menarik dan dengan permasalahan yang beragam. Setiap permasalahan yang diungkap semuanya ditambahkan solusi alternatif bagi pembaca untuk melakukan lebih baik lagi. Selain itu, karya siswa ini oleh guru di pajang di setiap papan display yang dapat dinikmati seluruh warga sekolah. Rasa kepuasan terpancar pada siswa karena karya/tulisannya dibaca oleh orang lain dan memberikan manfaat atau pencerahan baru bagi pembaca.
Dengan kegiatan seperti ini, harapannya pandangan umum bahwa minimnya minat baca siswa akan berkurang dan pandangan bahwa guru kurang proaktif dalam menggalakkan minat baca dan tulis di sekolah dapat diminimalisir. Jadilah guru yang aktif, kratif, inovatif, dan dapat melakukan apa yang seperti disampaikan pada peserta didiknya. Selamat berkarya dan tersus berkarya.
Silakan bagi yang berminat untuk membacanya, trims
sir jaki