aartikel “sastra”

Mengakrabkan Siswa dengan Karya Sastra (Cerpen)

oleh Rojaki, S.Pd. (guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Sekayu

Pengajaran sastra di sekolah bukanlah pengajaran tentang teori-teori sastra yang kaku dan membosankan bagi siswa. Dalam membahas karya sastra yang sebenarnya, teori tentang sastra dapat disambilkan, misalnya teori tentang alur, penokohan dan perwatakan, dan setting dalam cerpen atau novel. Yang terpenting dalam pembelajaran sastra yaitu bagaimana caranya agar siswa dapat mengapresiasikan suatu karya sastra.

Dalam pelajaran sastra, yang diutamakan ialah pemahaman siswa atas karya itu, penghayatan atas isinya, ketertarikan akan jalan ceritanya, serta pendalaman karya sastra itu secara keseluruhan. Pengajar sastra harus dapat membuat siswa menjadi orang yang dapat menikmati karya sastra, sehingga siswa selalu ingin bergaul dengan karya sastra semisal cerpen ataupun novel.

Salah satu upaya menumbuhkan minat akan karya sastra terhadap siswa seluruh siswa kelas XI IPA 1, IPA 2, dan IPA 3 SMA Negeri 2 Sekayu dibimbing dalam proses menganalisis cerpen yang berkembang pada masa angkatan 55, 60-an, dan beberapa kumpulan cerpen majalah Horison yang terbit pada tahun 2008. Cerpen-cerpen tersebut di antaranya: Robohnya Surau Kami karya A. A Navis, Sri Sumarah dan Bawuk karya Umar Kayam, Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy dan kumpulan cerpen karya siswa tingkat nasioanl pada kolom Kaki Langit yang diterbitkan oleh majalah Horison. Cerpen-cerpen tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan sastra Indonesia.

Kumpulan cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” karya Umar Kayam menggambarkan secara gamblang bagaimana potret kehidupan pada masa peralihan antara Orde Lama beralih Orde Baru. Terjadinya peristiwa G30S-PKI digambarkan secara mendalam oleh Umar Kayam dalam cerpennya, “Sri Sumarah dan Bawuk”. Bagaimana peistiwa itu menyisakan luka yang mendalam bagi masyarakat yang di-cap ekstapol, aliran PKI/kiri atau dalam istilahnya KTP-abangan. Yang menjadi masalah apakah semua yang di-claim itu benar-benar terlibat pada peristiwa bersejarah itu. Umar Kayam membukus ceritanya dalam kumpulan cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhatan” dengan halus, alur yag tertata, sehingga tidak menjadi boomerang pada masa pemerintahan Orde Baru [lolos sensor oleh perintahan Orde Baru].

Lain halnya dengan kumpulan cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis yang menyiratkan bagaimana kondisi budaya masyarakat saat itu dan saat ini ketika kita merefleksikan cerita demi cerita yang terbingkai dalam sebuah cerita yang apik penuturannya oleh A. A Navis. Kritik sosial yang tajam dan mengena bagi bangasa Indonesia yang sednag mengalamai krisis multidimensi, bagaimana dialog yang tergambar oleh Kakek dan Ajo Sidi, sang pembual, mencerikatakan bahwa nanti ketika semua manusia digiring di padang mahsyar dan akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia. Sang Haji Saleh dan demonstran pun diajak berdialog dengan Tuhan (dalam cerita) bahwa pada dasarnya Allah SWT mencintai hambanya yang taat dan juga pandai bermasyarakat, beramal, dan menjalankan perintahnya. Tidak hanya sebatas penghambaan semata, namun lebih dari itu. Harus ada hubungan yang seimbang dalam hidup ini antara hubungan manusia dengan manusia sebagai mahluk sosial dan hubungan manusia dengan Tuhan sebagai mahluk individu

Melihat kondisi yang saat ini, siswa mulai luntur akan cinta pada cerpen yang terbit pada masa lalu padahal isinya mengadung pesan moral yang sangat dalam untuk diteliti. Pembelajaran bahasa Indonesia saat ini tidak hanya terkungkung pada aspek teori semata, namun bagaimana siswa mampu mengkritisi, memberikan apresiasi dan interprestasi yang tinggi terhadap karya sastra. Dengan membaca cerita pendek banyak hal yang kita peroleh, salah satunya adalah kita akan mengetahui sejarah/peristiwa penting, pesan-pesan moral dan nilai-nilai islami bagi kita sebagai umat muslim. Seperti yang tergambar pada cerpen atau dapat dikatakan novellet “Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy. Bagaimana kita mampu menyikapi hidup, mensyukuri apa yang kita peroleh dan memberikan sedikit kebahagian kepada orang lain, walau hanya sebatas senyum yang manis. Bahasa penuturan yang apik, santun dan sangat tersusun rapi oleh Kang Abik, nama panggilan sayangnya dalam media masa. Pembelajaran analisis cerpen ini diharapkan dapat memberikan sesuatu pendidikan secara utuh bagi diri siswa, di antaranya membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, pengembangan cipta, rasa, dan menunjang pembentukan watak dan nilai nilai moral yang terbangun secara utuh.

Sebab sastra adalah hasil dari kenyataan hidup manusia itu sendiri. Dunia sastra tercipta dari hasil plagiat kehidupan manusia atau sebuah Mimesis (tiruan kehidupan) dalam definisi Aristoteles. Dan sastra merupakan media yang kekal dalam menyimpan memori kehidupan manusia dari dulu hingga hari akhir dunia. Hanya saja, dunia sastra selalu berhasil menyuguhkan dunia lain dari dunia nyata manusia. Dengan gayanya yang halus dan penuh teka-teki sehingga sastra meninggalkan simbol-simbol yang jika bisa dipecahkan oleh manusia maka manusia dapat menemukan cermin dirinya itu [baca Sri Sumarah, Umar Kayam)

Selain itu, pada dasarnya pengajaran sastra adalah pembelajaran apresiasi sastra. Tujuan utama pembelajaran sastra yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman sastra, dengan sasaran akhir mampu mengapresiasi cipta sastra. Melatih mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal siswa, serta menumbuhkan kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Salam: “Mari kita bangun motivasi untuk budaya membaca sastra”

Tinggalkan komentar